Kamis, 03 Juli 2014

TUGAS 4

1.        Perkembangan Teknologi Komputer di Perbankan
Semakin majunya teknologi di dunia transaksi perbankanpun mulai mengunakan teknologi berbasis komputer untuk mempermudah transaksi dengan nasabah. yang tadinya melayani nasabah dengan harus bertemu / nasabah datang ke cabang2 bank yang disediakan oleh bank yang dia gunakan untuk menabung/infertasi menjadi lebih mudah karena bank mulai mengunakan teknoligi berbasis komputer dan sekarang sudah bisa mengakses lewat internet bahkan dengan mobile “HP” dengan SMS sudah banyak diterapkan bank.
Dalam dunia perbankan, perkembangan teknologi informasi membuat para perusahaan mengubah strategi bisnis dengan menempatkan teknologi sebagai unsur utama dalam proses inovasi produk dan jasa seperti :
– Adanya transaksi berupa Transfer uang via mobile maupun via teller.
– Adanya ATM ( Auto Teller Machine ) pengambilan uang secara cash secara 24 jam.
– Penggunaan Database di bank – bank.
– Sinkronisasi data – data pada Kantor Cabang dengan Kantor Pusat Bank.

Dengan adanya jaringan computer hubungan atau komunikasi kita dengan klien jadi lebih hemat, efisien dan cepat. Contohnya : email, teleconference.
Sedangkan di rumah dapat berkomunikasi dengan pengguna lain untuk menjalin silaturahmi (chatting), dan sebagai hiburan dapat digunakan untuk bermain game online, sharing file. Apabila kita mempunyai lebih dari satu komputer, kita bisa terhubung dengan internet melalui satu jaringan. Contohnya seperti di warnet atau rumah yang memiliki banyak kamar dan terdapat setiap komputer di dalamnya.
Pada dunia perbankan, perkembangan teknologi informasi membuat para perusahaan mengubah strategi bisnis dengan menempatkan teknologi sebagai unsur utama dalam proses inovasi produk dan jasa. Seperti halnya pelayanan electronic transaction (e-banking) melalui ATM, phone banking dan Internet Banking misalnya, merupakan bentuk-bentuk baru dari pelayanan bank yang mengubah pelayanan transaksi manual menjadi pelayanan transaksi yang berdasarkan teknologi.

2.       Kriteria pemilihan teknologi perangkat lunak perbankan
Lembaga keuangan di Indonesia, termasuk bank, sudah lebih cepat dan intensif dibandingkan sector atau jenis industri lainnya dalam menerapkan teknologi computer dalam memberikan pelayanannya ke nasabah. Jasa-jas ini meliputi pembayaran komputerisasi (pemindahan dana melalui computer dengan fasilitas jaringan komunikasi datanya); jasa penyetoran dan pengambilan dana secara otomatis melalui ATM atau berbagai jenis kartu plastic; homebanking dan internet banking serta fasilitas pelayanan lainnya. Beberapa contoh jenis teknologi computer tersebut diantaranya mesin Automated Teller Machine (ATM), berbagai jenis kartu kredit, Point of sales (POS), electronic fund transfer system, dan otomatisasi kliring.
Fungsi teknologi informasi (TI) telah mengalami perubahan dan perkembangan pesat pada decade terakhir ini. Fungsi TI yang semakin khusus mendorong setiap bank untuk membentuk bagian, departemen, atau unit kerja khusus tersendiri. Walaupun struktur tersebut tergantung pada berbagai factor misalnya skla bisnis dan beban kerja, tetapi unit kerja tersebut mencerminkan 2 aspek kegiatan yaitu aspek pengembangan teknologi dan aspek operasionalnya.

Fasilitas pengolahan data yang tersedia di bank saat ini merupakan hasil kemajuan teknologi dan kebutuhan untuk menjalankan operasi secara sistematis dan baik sesuai dengan aliran masuk dan keluar dana bank. Fasilitas tersebut berfungsi untuk menangani, memilih, menghitung, menyusun, melaporkan, dan mengirimkan informasi. Jadi penggunaan TI di bank dimaksud adalah untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi pengelolaan data kegiatan usaha perbankan sehingga dapat memberikan hasil yang akurat, benar, tepat waktu, dan dapat menjamin kerahasiaan informasi (sesuai peraturan Bank Indonesia).

Fungsi TSI yang tepat tidak terlepas dari criteria pemilihan jenis teknologi yang akan digunakan oleh bank. Sistem aplikasi computer yang digunakan di bidang perbankan harus bisa mengakomodasikan semua kebutuhan bank dan sesuai dengan ketentuan otoritas moneter (salam hal ini adalah Bank Indonesia). Hal ini memerlukan pemilihan software computer mengingat jenis software yang ada dan ditawarkan di pasar relative banyak. Secara umum pemilihan ini berdasarkan kesesuaian antara kapasita bank dengan fasilitas atau kemampuan software yang akan dipilih sehingga investasi yang telah dikeluarkan benar-benar efektif dan memberikan nilai tambah terhadap bank.

Sebagai contoh, Bank yang kapasitasnya relative kecil, misalnya Bank Perkreditan Rakyat atau BPR kurang relevan bila menggunakan system aplikasi computer yang menyediakan fasilitas transaksi dalam valuta asing atau pengelolaan giro. Hal ini menginbgat bahwa BPR tidak boleh melakukan transaksi dalam valuta asing dan tidak ikut dalam lalu lintas pembayaran giral. Penggunaan software tersebut menjadi tidak efisien dan biaya investasinya lebih besar dibandingkan dengan nilai tambah yang dihasilkannya.

Kriteria pemilihan software computer perbankan yang baik sesuai dengan kebutuhan bank secara umum berdasarkan pertimbangan-pertimbangan berikut:

1. Kemampuan dokumentasi atau Penyimpanan Data

Jenis dan klasifikasi data bank yang relative banyak harus bisa ditampung oleh software yang akan digunakan, termasuk pertimbangan segi keamanan datanya. Jumlah nasabah serta frekuensi dan jumlah transaksi harian yang besar memerlukan memory computer yang besar, selain memerlukan kecepatan prosesor yang tinggi juga. Sebagai contoh BPR kurang efisien jika menggunakan mesin besar, misalnya AS/400 dalm operasionalnya karena kapasitas dan cakupan geografis BPR biasanya relative kecil.

2. Keluwesan (Flexibility)

Operasional bank selalu berkembang dengan kebutuhan yang berubah-ubah dan mungkin bertambah di kemudian hari walaupun informasi dasarnya tetap sama. Kondisi ini harus bisa diantisipasi oleh perangkat lunak computer sampai batas-batas tertentu. Setiap bank mempunyai system dan prosedur yang mungkin berbeda meskipun data atau informasi dasar yang diolahnya sama. Perangkat lunak computer yang fleksibel dapat digunakan oleh dua bank yang kapasitasnya sama tetapi system dan prosedurnya berbeda.

3. Sistem Keamanan

Sebagai lembaga kepercayaan masyarakat (agent of trusth), bank memerlukan system keamanan yang handal untuk menjaga kerahasiaan data atau keuangan nasabah; serta mencegah penyalahgunaan data atau keuangan oleh pihak lain yang tidak bertanggung jawab. Software computer perbankan yang baik harus menyediakan fasilitas pengendalian dan pengamanan tersebut.


4. Kemudahan penggunaan (user friendly)

Pengertian mudah dioperasikan bukan berarti setiap pemakai (user) bisa mengakses ke software tersebut tetapi petugas yang memang mempunyai kewenangan mudah mengoperasikan proses yang menjadi tanggung jawabnya. Tahap input, proses, dan output yang dilakukan pada software tersebut tidak menjadi penghambat dalam kegiatan perbankan secara keseluruhan. System aplikasi computer yang baik bahkan dapat mendeteksi kesalahan pengoperasian yaitu dengan memberikan error message dan memberikan petunjuk pemecahan masalahnya.

5. Sistem Pelaporan (Reporting system)

Data atau informasi yang dibutuhkan harus bisa disajikan dalam bentuk yang jelas dan mudah dimengerti. Bank memerlukan laporan-laporan yang lengkap dan jelas tersebut terutama dalam proses pemeriksaan (audit) atau penyajian laporan yang bisa dimengerti oleh pihak-pihak yang berkempentingan dengan harapan keuangan setiap bank menjadi lebih transparan dan bisa dipertanggungjawabkan.

6. Aspek Pemeliharaan

Kinerja software perbankan diharapkan relative stabil selama bank beroperasi. Kondisi ini memerlukan aspek pemeliharaaan yang baik, dalam arti secara teknis tidak sulit dilakukan dan tidak membutuhkan biaya yang relative mahal. Pemeliharaan ini juga menyangkut pergantian atau perbaikan teknis peralatan dan modifikasi atau pengembangan software.

7. Source Code

Software perbankan biasanya merupakan program paket yang sudah di-compile sehingga menjadi excecutable file. File program tersebut relative tidak bisa dirubah atau dimodifikasi seandainya bank menginginkan perubahan atau fasilitas tambahan dari software tersebut. Kondisi ini bisa diatasi jika pihak bank mempunyai dan memahami software tersevut dalam bentuk bahasa pemrograman aslinya atau source code.

III.              Struktur Informasi Dan Hubungan Antar Sub Sistem Aplikasi Bank

Fungsi teknologi informasi di sector keuangan, termasuk perbankan secara umum adalah untuk meningkatkan daya saing bank yang ditunjukkan dengan kecepatan, ketepatan, efisiensi, produktifitas, validitas dan pelayanan yang semakin meningkat. Peningkatan kinerja dan saya saing bank tersebut dimungkinkan dengan keberadaan teknologi informasi yang bias berfungsi sebagai media yang bias melakukan transaksi, mencakup wilayah geografis yang luas, analisis data, otomatisasi operasional bank, penyedian informasi, memproses kegiatan bank secara sekuensial, pengelolaan pengetahuan berbasis teknologi, serta fungsi disintermediasi yang memungkinkan pihak bank dan nasabahnya seolah-olah tidak ada penghalang dalam memenuhi kebutuhannya masing-masing. Konsep front office yang lebih mendekati sisi nasabah dan konsep back office yang lebih mendekati sisi bank sebagai lembaga keungan yang harus mencatat, mendokumentasikan, dan atau mempublikasikan informasi keuangan, menyebabkan system aplikasi perbankan terdiri dari sub-sub system yang saling berkaitan sesuai dengan tahap-tahap pemrosesan dan jenis-jenis data keuangan.

Contoh :

              Prinsip Kliring
Kliring (dari Bahasa Inggris “clearing”) sebagai suatu istilah dalam dunia perbankan dan keuangan menunjukkan suatu aktivitas yang berjalan sejak saat terjadinya kesepakatan untuk suatu transaksi hingga selesainya pelaksanaan kesepakatan tersebut. Kliring sangat dibutuhkan sebab kecepatan dalam dunia perdagangan jauh lebih cepat daripada waktu yang dibutuhkan guna melengkapi pelaksanaan asset transaksi. Kliring melibatkan manajemen dari paska perdagangan pra penyelesaian, ekposur kredit guan memastikan bahwa transaksi dagang terselesaikan sesuai dengan aturan pasar walaupun pembeli maupun penjual menjadi tidak mampu melaksanakan penyelesaian kesepakatannya. Proses kliring adalah termasuk pelaporan pemantauan marjin risiko netting transaksi dagang menjadi posisi tunggal, penanganan, perpajakan dan penanganan kegagalan.

Di Amerika, kliring antar bank dilaksanakan melalui Automated Clearing House (ACH), dimana aturan dan regulasinya diatur oleh NACHA-The Electronic Payments Association,yang dahulu dikenal dengan nama National Automated Clearing House Association, serta Federal Reserve. Jaringan ACH ini akan bertindak selaku pusat fasilitas kliring untuk semua transaksi transfer dana secara elektronik. Kliring antar bank atas cek dilaksanakan oleh bank koresponden dan Federal Reserve.

Sistem kliring yang dilaksanakan BI saat ini sudah dapat berlangsung secara nasional melalui Sistem Kliring Nasional BI (SKNBI). Maksudnya, proses kliring baik kliring debet maupun kliring kredit yang penyelesaian akhirnya dilakukan secara nasional. Selain itu ada tiga sistem kliring lain yang lazim dikenal, yakni Sistem manual, Sistem Semi Otomasi, dan Sistem Otomasi. Kliring manual adalah penyelenggaraan kliring lokal yang dalam perhitungan, pembuatan bilyet saldo kliring serta pemilihan warkat dilakukan secara manual oleh setiap peserta kliring. Perhitungan kliring didasarkan pada warkat yang dikliringkan oleh peserta kliring.

Sedangkan sistem semi otomasi adalah kliring lokal yang perhitungan dan pembuatan bilyet saldo kliring dilakukan secara otomasi melalui alat bantu komputer. Namun pemilihan warkat tetap dilakukan secara manual oleh bank peserta kliring. Sementara sistem kliring lokal yang dalam perhitungan dan pembuatan bilyet saldo kliring dan pemilahan warkat dilakukan secara otomatis dengan bantuan komputer.

 V.                Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (BI-RTGS)



BI-RTGS adalah sistem transfer dana elektronik yang penyelesaian setiap transaksinya dilakukan dalam waktu seketika. Sejak dioperasikan oleh Bank Indonesia pada tanggal 17 November 2000, BI-RTGS berperan penting dalam pemrosesan aktivitas transaksi pembayaran, khususnya untuk memproses transaksi pembayaran yang termasuk High Value Payment System (HVPS) atau transaksi bernilai besar yaitu transaksi Rp.100 juta ke atas dan bersifat segera (urgent).

Transaksi HPVS saat ini mencapai 90% dari seluruh transaksi pembayaran di Indonesia sehingga dapat dikategorikan sebagai sistem pembayaran nasional yang memiliki peranan signifikan (Systemically Important Payment System).

Sistem BI-RTGS memberikan banyak manfaat, selain berfungsi meningkatkan kepastian penyelesaian akhir (settlement finality) setiap transaksi pembayaran, yang berarti mengurangi risiko penyelesaian akhir (minimizing settlement risk) , BI RTGS juga menjadi sarana transfer dana antar-bank yang praktis, cepat, efisien, aman dan handal. Disamping itu BI-RTGS yang dilengkapi dengan mekanisme sentralisasi rekening giro menjadi sarana yang dapat diandalkan untuk meningkatkan efektivitas pengelolaan dana (management fund) baik bagi peserta maupun pihak otoritas moneter dan perbankan. Bagi otoritas informasi mengenai pengelolaan dana perbankan menjadi informasi pendukung dalam menjalankan kegiatan operasi moneter dan early warning system pengawasan bank.

BI-RTGS didisain untuk memastikan penyelesaian akhir dapat dilakukan secara gross settlement, real time, final dan irrevocable. Penyelesaian transaksi BI RTGS dilakukan per transaksi secara seketika dan tidak dapat dibatalkan. Penyelesaian real time terbatas pada proses pengiriman transaksi dari peserta pengirim kepada Bank Indonesia untuk diteruskan kepada peserta penerima. Sementara itu waktu penyelesaian akhir transaksi transfer nasabah pada rekeningnya tergantung dengan kondisi dan standar sistem pemrosesan pengiriman dan penerimaan transaksi di internal peserta, sehingga dapat saja terjadi perbedaan waktu antara penyelesaian akhir pada BI-RTGS dengan penerimaan transfer dana pada rekening  nasabah.

Sistem Antrian (Queue) transaksi diterapkan dalam BI-RTGS. Transaksi dapat masuk dalam sistem antrian apabila pada saat dikirimkan, peserta belum memiliki dana yang cukup. Kondisi ini terjadi antara lain karena peserta masih menunggu transaksi masuk dari peserta lain.  Transaksi pada  BI-RTGS hanya dapat  diproses penyelesaian akhirnya apabila peserta memiliki dana yang cukup (prinsip no money no game). Transaksi yang telah masuk dalam antrian dapat diselesaikan segera setelah peserta menerima transaksi masuk atau menyetorkan tambahan dana. Penerapan antrian ini mengharuskan peserta untuk mengelola likuiditasnya secara bijaksana, agar seluruh transaksinya dapat terselesaikan dengan baik di akhir  hari.

BI-RTGS juga dilengkapi dengan mekanisme Gridlock Resolution. Mekanisme ini bertujuan untuk mencegah kemacetan (gridlock) yaitu kondisi dimana sejumlah peserta tidak mampu menyelesaikan kewajibannya karena masih menunggu tagihannya diselesaikan. Gridlock Resolution dijalankan secara otomatis pada  BI-RTGS pada setiap waktu tertentu,

Untuk memperlancar proses penyelesaian akhir transaksi pada BI-RTGS, penyelenggara menghimbau peserta agar mematuhi Throughput Guidellines.Throughput Guidellines merupakan suatu target prosentase tertentu dari total transaksi yang dilakukannya selama 1 hari.  Kepatuhan peserta terhadap Throughput Guidellines akan mengurangi kemungkinan penumpukan transaksi di akhir hari.

Fasilitas Likuiditas Intrahari (FLI) dan Fasilitas Likuiditas Intrahari Syariah (FLIS) adalah fasilitas cadangan pendanaan likuiditas yang disediakan oleh penyelenggara, yang hanya dapat digunakan dalam hari satu hari. FLI/FLIS dapat dimanfaatkan oleh peserta untuk mengatasi kesulitan likuiditas peserta yang bersifat sementara atau mengalami intraday gap. Intraday gap mungkin saja terjadi karena pemrosesan transaksi BI-RTGS yang bersifat gross settlement menyebabkan penyelesaian per transaksi dilakukan secara terus-menerus sepanjang hari, sehingga diperlukan likuiditas yang tinggi. Pemanfaatan FLI/FLIS oleh peserta tetap mensyaratkan jaminan yang berkualitas, biasanya dalam bentuk SBI atau SWBI dan wajib diselesaikan pada hari yang sama.

BI-RTGS juga merupakan Settlement Processor. Sebagai settlement processor, BI-RTGS menjadi sarana penyelesaian akhir bagi transaksi pembayaran ritel, meliputi pembukuan hasil kliring yang diselenggarakan oleh BI (SKNBI) dan hasil kliring ATM/kartu debit/kartu kredit. Selain transaksi pembayaran ritel, BI-RTGS juga menjadi sarana pelimpahan penyelesaian akhir transaksi serah dana dari perdagangan sekuritas, transaksi perdagangan valas antar-bank, setelmen dana dari operasi moneter/operasi pasar terbuka (OPT), transaksi pembayaran pemerintah dan  transaksi surat berharga.

Dalam rangka memastikan Sistem BI-RTGS diselenggarakan dengan tingkat keamanan yang tinggi dan ketersediaan sepanjang jam operasional yang ditetapkan, baik penyelenggara maupun peserta, Sistem BI-RTGS memiliki prosedur penanganan dalam kondisi gangguan dan/atau keadaan darurat,  antara lain prosedur penanganan keadaan darurat (Contingency Plan), fasilitas back up, dan Business Continuity Plan (BCP). Selain itu, penyelenggara juga menyediakan fasilitas guest bank kepada peserta sebagai sarana back up pada lokasi penyelenggara dalam rangka gangguan dan atau keadaan darurat untuk mencegah kegagalan peserta dalam menggunakan sarana RTGS terminal untuk proses setelmen melalui sistem BI-RTGS.

Bank Indonesia  sebagai  Otoritas

Sesuai UU Bank Indonesia  No. 23/1999 jo No.3/2004 jo No.6/2009 pasal 8 dinyatakan bahwa salah satu tugas BI mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran. Dalam rangka menjalankan tugas yang diembannya, BI berwenang dalam melaksanakan dan memberi ijin penyelenggaraan jasa sistem pembayaran; mewajibkan Penyelenggara sistem pembayaran untuk menyampaikan laporan kepada BI; dan menetapkan penggunaan alat pembayaran (pasal 15).

Fungsi Bank Indonesia sebagai otoritas Sistem Pembayaran termasuk berperan sebagai pembuat ketentuan (Regulator) dan pengawas (Overseer) BI-RTGS. Dalam menjalankan peran sebagai regulator, BI menetapkan landasan hukum yang kuat untuk penerapan Sistem BI-RTGS dan menentukan peran dan tanggung jawab penyelenggara dan peserta Sistem BI-RTGS.

Dalam menjalankan peran sebagai pengawas (Overseer), BI memastikan bahwa penyelenggaraan BI-RTGS memenuhi prinsip pada  10 Core principles for Systematically Important Payment System (CP-SIPS) dari Bank for International Settlement seperti yang diatur dalam peraturan Sistem BI-RTGS untuk mendukung stabilitas sistem keuangan dengan memperhatikan prinsip perlindungan konsumen. Fungsi pengawasan dilakukan melalui pembuatan ketentuan, pertemuan konsultasi dengan penyelenggara, monitoring dan assessment.

Salah satu bentuk kegiatan pengawasan yang dilakukan adalah mewajibkan penyelenggara dan peserta memiliki standar pengamanan yang memadai. Untuk menilai keamanan penyelenggaraan BI-RTGS, Bank Indonesia dapat meminta auditor/pemeriksa Teknologi Informasi Independen untuk melakukan kegiatan security audit. Kegiatan audit ini dilakukan terhadap aplikasi maupun network/jaringan yang digunakan dalam sistem BI-RTGS, tujuannya adalah untuk mendapatkan keyakinan bahwa  Sistem BI-RTGS yang diselenggarakan telah aman dan handal. Selain itu Bank Indonesia juga mewajibkan penyelenggara dan seluruh peserta untuk melakukan ujicoba terhadap back up dan rencana penanggulangan kondisi darurat secara periodik. Pemenuhan persyaratan sebagai peserta dan kepatuhan peserta terhadap ketentuan yang ditetapkan oleh Penyelenggara RTGS juga menjadi satu perhatian dalam kegiatan pengawasan, disamping pemenuhan kewajiban untuk melaporkan hasil pemeriksaan internal terhadap operasional RTGS di sisi peserta.

Bank Indonesia sebagai Penyelenggara (Operator) Sistem BI-RTGS

Dalam menjalankan peran sebagai Penyelenggara (Operator) memiliki tanggung jawab antara lain:

menyelenggarakan BI-RTGS dengan menerapkan prinsip efisien, cepat, aman dan handal.

memberikan penjelasan kepada Peserta mengenai risiko finansial sehubungan keikutsertaannya dalam Sistem BI-RTGS dan peserta harus mengelola risiko tersebut.

memastikan kepatuhan peserta terhadap ketentuan yang telah ditetapkan, termasuk menerima laporan internal audit terkait penyelenggaraan BI-RTGS oleh peserta.

Dalam penyelenggaraan Sistem BI-RTGS, penyelenggara menyediakan infrastruktur dan pelayanan kepada peserta antara lain meliputi:

Infrastruktur dan fasilitas untuk penyelenggaraan Sistem BI-RTGS, antara lain perangkat keras, aplikasi RCC (software), jaringan komunikasi data (leased line), fasilitas dial up, dan fasilitas pendukung lainnya.

help-desk untuk membantu peserta dalam menghadapi kesulitan operasional.

memberi pelatihan kepada peserta.

memiliki prosedur penanganan kondisi gangguan/darurat (Disaster Recovery Plan-DRP dan Business Continuity Plan-BCP) dan melakukan uji coba secara berkala dengan melibatkan peserta.

mengadakan pertemuan rutin dengan kelompok pengguna (user group).

Peserta BI-RTGS

Peserta BI-RTGS terdiri dari seluruh bank dan lembaga selain bank. Keanggotaan peserta BI-RTGS dibedakan menjadi Peserta Langsung dan Peserta Tidak Langsung. Peserta Langsung adalah peserta yang dapat mengirimkan transaksi RTGS dengan menggunakan identitas sendiri. Sedangkan Peserta Tidak Langsung dapat mengirimkan transaksi RTGS dengan menggunakan identitas peserta langsung.

Hubungan hukum antara peserta dengan Bank Indonesia sebagai Penyelenggara Sistem BI-RTGS tertuang dalam perjanjian penggunaan Sistem BI-RTGS. Dalam perjanjian tersebut diatur berbagai klausula mengenai hak, kewajiban dan tanggung jawab antara peserta dan penyelenggara Sistem BI-RTGS.

Disamping ketentuan dan perjanjian antar peserta dan penyelenggara yang menjadi landasan penyelenggaraan keseharian BI-RTGS, terdapat pula hal-hal teknis yang diatur dengan menggunakan Bye Laws BI-RTGS. Ketentuan dalam Bye Laws merupakan kesepakatan teknis antar peserta yang belum diatur dalam ketentuan BI ataupun dalam perjanjian.

Dalam pengisian instruksi transfer, peserta wajib memenuhi ketentuan mengenai prinsip pengenalan nasabah (know your customer principles) dan aturan mengenai tindak pidana pencucian uang (anti money laundering). Untuk itu, identitas mengenai data nasabah pengirim dan penerima transfer melalui BI-RTGS harus diisi secara lengkap dan benar.

VI.              Perkembangan Teknologi Perbankan Elektronik

Dengan perkembangan teknologi informasi saat ini, telah menciptakan jenis-jenis dan peluang-peluang bisnis yang baru di mana transaksi-transaksi bisnis makin banyak dilakukan secara elektronika. Sehubungan dengan perkembangan teknologi informasi tersebut memungkinkan setiap orang dengan mudah melakukan perbuatan hukum seperti misalnya melakukan jual-beli. Perkembangan internet memang cepat dan memberi pengaruh signifikan dalam segala aspek kehidupan kita.

Penggunaan internet tidak hanya terbatas pada pemanfaatan informasi yang dapat diakses melalui media ini, melainkan juga dapat digunakan sebagai sarana untuk melakukan transaksi perbankan. Bank di Indonesia mulai memasuki dunia maya yaitu internet banking atau yang lebih dikenal dengan E-Banking, yang merupakan bentuk layanan perbankan secara elektronik melalui media internet. E-Banking pada dasarnya merupakan suatu kontak transaksi perbankan antara pihak bank dan nasabah dengan menggunakan media internet.

Jenis-Jenis E-Banking :

1.      Automated Teller Machine (ATM). Terminal elektronik yang disediakan lembaga keuangan atau perusahaan lainnya yang membolehkan nasabah untuk melakukan penarikan tunai dari rekening simpanannya di bank, melakukan setoran, cek saldo, atau pemindahan dana.
2.      Computer Banking. Layanan bank yang bisa diakses oleh nasabah melalui koneksi internet ke pusat data bank, untuk melakukan beberapa layanan perbankan, menerima dan membayar tagihan, dan lain-lain.
3.      Debit (or check) Card. Kartu yang digunakan pada ATM atau terminal point-of-sale (POS) yang memungkinkan pelanggan memperoleh dana yang langsung didebet (diambil) dari rekening banknya.
4.      Direct Deposit. Salah satu bentuk pembayaran yang dilakukan oleh organisasi (misalnya pemberi kerja atau instansi pemerintah) yang membayar sejumlah dana (misalnya gaji atau pensiun) melalui transfer elektronik. Dana ditransfer langsung ke setiap rekening nasabah.
5.      Direct Payment (also electronic bill payment). Salah satu bentuk pembayaran yang mengizinkan nasabah untuk membayar tagihan melalui transfer dana elektronik. Dana tersebut secara elektronik ditransfer dari rekening nasabah ke rekening kreditor. Direct payment berbeda dari preauthorized debit dalam hal ini, nasabah harus menginisiasi setiap transaksi direct payment.
6.      Direct Payment (also electronic bill payment). Bentuk pembayaran tagihan yang disampaikan atau diinformasikan ke nasabah atau pelanggan secara online, misalnya melalui email atau catatan dalam rekening bank. Setelah penyampaian tagihan tersebut, pelanggan boleh membayar tagihan tersebut secara online juga. Pembayaran tersebut secara elektronik akan mengurangi saldo simpanan pelanggan tersebut.
7.      Electronic Check Conversion. Proses konversi informasi yang tertuang dalam cek (nomor rekening, jumlah transaksi, dll) ke dalam format elektronik agar bisa dilakukan pemindahan dana elektronik atau proses lebih lanjut.
8.      Electronic Fund Transfer (EFT). Perpindahan “uang” atau “pinjaman” dari satu rekening ke rekening lainnya melalui media elektronik.
9.      Payroll Card. Salah satu tipe “stored-value card” yang diterbitkan oelh pemberi kerja sebagai pengganti cek yang memungkinkan pegawainya mengakses pembayaraannya pada terminal ATM atau Point of Sales. Pemberi kerja menambahkan nilai pembayaran pegawai ke kartu tersebut secara elektronik.
10.  Preauthorized Debit (or automatic bill payment). Bentuk pembayaran yang mengizinkan nasabah untuk mengotorisasi pembayaran rutin otomatis yang diambil dari rekening banknya pada tanggal-tangal tertentu dan biasanya dengan jumlah pembayaran tertentu (misalnya pembayaran listrik, tagihan telpon, dll). Dana secara elektronik ditransfer dari rekening pelanggan ke rekening kreditor (misalnya PLN atau PT Telkom).
11.  Prepaid Card. Salah satu tipe Stored-Value Card yang menyimpan nilai moneter di dalamnya dan sebelumnya pelanggan sudah membayar nilai tadi ke penerbit kartu.
12.  Smart Card. Salah satu tipe stored-value card yang di dalamnya tertanam satu atau lebih chips atau microprocessors sehingga bisa menyimpan data, melakukan perhitungan, atau melakukan proses untuk tujuan khusus (misalnya validasi PIN, otorisasi pembelian, verifikasi saldo rekening, dan menyimpan data pribadi). Kartu ini bisa digunakan pada sistem terbuka (misalnya untuk pembayaran transportasi publik) atau sistem tertutup (misalnya MasterCard atau Visa networks).
13.  Stored-Value Card. Kartu yang di dalamnya tersimpan sejumlah nilai moneter, yang diisi melalui pembayaran sebelumnya oleh pelanggan atau melalui simpanan yang diberikan oleh pemberi kerja atau perusahaan lain.
Prinsip Penerapan E-Banking dan M-Banking :

Electronic Banking (e-banking) merupakan suatu aktifitas layanan perbankan yang menggabungkan antara sistem informasi dan teknologi, e-banking meliputi phone banking, mobile banking, dan internet banking. E-banking didefinisikan sebagai penghantaran otomatis jasa dan produk bank secara langsung kepada nasabah melalui elektronik, saluran komunikasi interaktif.
E-Banking meliputi sistem yang memungkinkan nasabah bank, baik individu ataupun bisnis, untuk mengakses rekening, melakukan transaksi bisnis, atau mendapatkan informasi produk dan jasa bank melalui jaringan pribadi atau publik, termasuk internet. Nasabah dapat mengakses e-banking melalui piranti pintar elektronis seperti komputer/PC, PDA, ATM, atau telepon.

Contoh-contoh E-Banking yang diterapkan di dalam sebuah bank adalah :

ATM, Automated Teller Machine atau Anjungan Tunai Mandiri
Ini adalah saluran e-Banking paling populer yang kita kenal. Setiap kita pasti mempunyai kartu ATM dan menggunakan fasilitas ATM. Fitur tradisional ATM adalah untuk mengetahui informasi saldo dan melakukan penarikan tunai. Dalam perkembangannya, fitur semakin bertambah yang memungkinkan untuk melakukan pemindahbukuan antar rekening, pembayaran (kartu kredit, listrik, dan telepon), pembelian (voucher dan tiket), dan yang terkini transfer ke bank lain (dalam satu switching jaringan ATM). Selain bertransaksi melalui mesin ATM, kartu ATM dapat pula digunakan untuk berbelanja di tempat perbelanjaan, berfungsi sebagai kartu debit. Bila kita mengenal ATM sebagai mesin untuk mengambil uang, belakangan muncul pula ATM yang dapat menerima setoran uang, yang dikenal pula sebagai Cash Deposit Machine/CDM. Layaklah bila ATM disebut sebagai mesin sejuta umat dan segala bisa, karena ragam fitur dan kemudahan penggunaannya.

·         Phone Banking
Ini adalah saluran yang memungkinkan nasabah untuk melakukan transaksi dengan bank via telepon. Pada awalnya lazim diakses melalui telepon rumah, namun seiring dengan makin populernya telepon genggam/HP, maka tersedia pula nomor akses khusus via HP bertarif panggilan flat dari manapun nasabah berada. Pada awalnya, layanan Phone Banking hanya bersifat informasi yaitu untuk informasi jasa/produk bank dan informasi saldo rekening serta dilayani oleh Customer Service Operator/CSO. Namun profilnya kemudian berkembang untuk transaksi pemindahbukuan antar rekening, pembayaran (a.l. kartu kredit, listrik, dan telepon), pembelian (a.l. voucher dan tiket), dan transfer ke bank lain; serta dilayani oleh Interactive Voice Response (IVR). Fasilitas ini boleh dibilang lebih praktis ketimbang ATM untuk transaksi non tunai, karena cukup menggunakan telepon/HP di manapun kita berada, kita bisa melakukan berbagai transaksi, termasuk transfer ke bank lain.

·         Internet Banking
Ini termasuk saluran teranyar e-Banking yang memungkinkan nasabah melakukan transaksi via internet dengan menggunakan komputer/PC atau PDA. Fitur transaksi yang dapat dilakukan sama dengan Phone Banking yaitu informasi jasa/produk bank, informasi saldo rekening, transaksi pemindahbukuan antar rekening, pembayaran (kartu kredit, listrik, dan telepon), pembelian (voucher dan tiket), dan transfer ke bank lain. Kelebihan dari saluran ini adalah kenyamanan bertransaksi dengan tampilan menu dan informasi secara lengkap tertampang di layar komputer/PC atau PDA.

·         SMS/m-Banking
Saluran ini pada dasarnya evolusi lebih lanjut dari Phone Banking, yang memungkinkan nasabah untuk bertransaksi via HP dengan perintah SMS. Fitur transaksi yang dapat dilakukan yaitu informasi saldo rekening, pemindahbukuan antar rekening, pembayaran (a.l. kartu kredit, listrik, dan telepon), dan pembelian voucher. Untuk transaksi lainnya pada dasarnya dapat pula dilakukan, namun tergantung pada akses yang dapat diberikan bank. Saluran ini sebenarnya termasuk praktis namun dalam prakteknya agak merepotkan karena nasabah harus menghapal kode-kode transaksi dalam pengetikan sms.
Di balik kemudahan e-Banking tersimpan pula risiko, untuk itu diperlukan pengaman yang baik. Lazimnya untuk ATM, nasabah diberikan kartu ATM dan kode rahasia pribadi (PIN); sedangkan untuk Phone Banking, Internet Banking, dan SMS/m-Banking, nasabah diberikan kode pengenal (userid) dan PIN. Sebagai pengaman tambahan untuk internet banking, pada bank tertentu diberikan piranti tambahan untuk mengeluarkan PIN acak/random. Sedangkan untuk SMS Banking, nasabah diminta untuk meregistrasikan nomor HP yang digunakan.

Dengan beragamnya kemudahan transaksi via e-Banking, kini pilihan ada di tangan kita untuk memanfaatkannya atau tidak. Namun mengingat tidak semua bank menyediakan layanan-layanan tersebut, maka seberapa pintarkah bank kita? Untuk dapat bertransaksi pintar, kini saatnya memilih bank pintar kita, tentunya sesuai kebutuhan transaksi.

Internasional Elektronik Fund Transfer :

Electronic Funds Transfer Systems (EFTS) sudah menjadi metode utama yang melibatkan pembayaran dana dalam jumlah besar yang dilakukan lembaga keuangan dan nasabah bisnisnya. EFT didefinisikan sebagai pemindahan dana yang diawali dari terminal elektronik, instrument telpon, computer, atau magnetic tape untuk memesan, memerintahkan, atau memberikan kewenangan kepada lembaga keuangan untuk mendebet atau mengkredit rekening.  Kemampuan lembaga keuangan untuk menyediakan jasa-jasa tersebut seiring dengan perkembangan teknologi computer dan teknologi komunikasi data.



sumber:


Senin, 19 Mei 2014

TUGAS KE-3


TERAPAN KOMPUTER PERBANKAN


I.                        Legal Reserve Requirement (LRR)

Reserve Requirement adalah ketentuan bagi setiap bank umum untuk menysihkan sebagian dari dana pihak ketiga yang berhasil dihimpunnya dalam bentuk giro wajib minimum berupa rekening giro bank yang bersangkutan pada bank Indonesia.

 KEBIJAKAN MONETER

1. Definisi Kebijakan Moneter
Kebijakan Moneter adalah Regulasi jumlah uang yang beredar dan tingkat suku bunga oleh bank sentral untuk mengendalikan inflasi dan menstabilkan mata uang. Jika ekonomi sedang memanas, bank sentral (seperti (BI) Bank Indonesia) dapat menarik uang dari sistem perbankan, menaikkan persyaratan cadangan atau menaikkan tingkat diskonto untuk membuatnya dingin. Jika pertumbuhan sedang melambat, dapat membalikkan proses – meningkatkan jumlah uang beredar, menurunkan kebutuhan cadangan dan menurunkan tingkat diskonto. Kebijakan moneter mempengaruhi suku bunga dan jumlah uang beredar.
2. Macam-macam Kebijakan Moneter
Berdasarkan jenisnya, Pengaturan jumlah uang yang beredar pada masyarakat diatur dengan cara menambah atau mengurangi jumlah uang yang beredar. Kebijakan moneter dapat digolongkan menjadi dua, yaitu :
1. Kebijakan Moneter Ekspansif / Monetary Expansive Policy
Adalah suatu kebijakan dalam rangka menambah jumlah uang yang edar
2. Kebijakan Moneter Kontraktif / Monetary Contractive Policy
Adalah suatu kebijakan dalam rangka mengurangi jumlah uang yang edar. Disebut juga dengan kebijakan uang ketat (tight money policu)


3. Jenis-Jenis Instrumen Kebijakan Moneter
Kebijakan moneter dapat dilakukan dengan menjalankan instrumen kebijakan moneter, yaitu antara lain :
1. Operasi Pasar Terbuka (Open Market Operation)
Operasi pasar terbuka adalah cara mengendalikan uang yang beredar dengan menjual atau membeli surat berharga pemerintah (government securities). Jika ingin menambah jumlah uang beredar, pemerintah akan membeli surat berharga pemerintah. Namun, bila ingin jumlah uang yang beredar berkurang, maka pemerintah akan menjual surat berharga pemerintah kepada masyarakat. Surat berharga pemerintah antara lain diantaranya adalah SBI atau singkatan dari Sertifikat Bank Indonesia dan SBPU atau singkatan atas Surat Berharga Pasar Uang.
2. Fasilitas Diskonto (Discount Rate)
Fasilitas diskonto adalah pengaturan jumlah duit yang beredar dengan memainkan tingkat bunga bank sentral pada bank umum. Bank umum terkadang mengalami kekurangan uang sehingga harus meminjam ke bank sentral. Untuk membuat jumlah uang bertambah, pemerintah menurunkan tingkat bunga bank sentral, serta sebaliknya menaikkan tingkat bunga demi membuat uang yang beredar berkurang.
3. Rasio Cadangan Wajib (Reserve Requirement Ratio)
Rasio cadangan wajib adalah mengatur jumlah uang yang beredar dengan memainkan jumlah dana cadangan perbankan yang harus disimpan pada pemerintah. Untuk menambah jumlah uang, pemerintah menurunkan rasio cadangan wajib. Untuk menurunkan jumlah uang beredar, pemerintah menaikkan rasio.
4. Himbauan Moral (Moral Persuasion)
Himbauan moral adalah kebijakan moneter untuk mengatur jumlah uang beredar dengan jalan memberi imbauan kepada pelaku ekonomi. Contohnya seperti menghimbau perbankan pemberi kredit untuk berhati-hati dalam mengeluarkan kredit untuk mengurangi jumlah uang beredar dan menghimbau agar bank meminjam uang lebih ke bank sentral untuk memperbanyak jumlah uang beredar pada perekonomian.
* jumlah uang berdar (Ms) diytentukan oleh dua factor, yaitu:
a. Besarnya jumlah uang inti (H) yang tersedia.
b. Besar4nya koefisien pelipat uang,.
* besarnya uang inti di pengaruhi oleh empat factor, yaitu:
a. Keadaan neraca pembayaran (surplus dan deficit).
b. Keadaan APBN (surplus dan degisit)
c. Perubahan kredit langsung Bank Indonesia.
d. Perubahan keredit likuiditas bank Indonesia


II.                 Loan to Deposit Ratio (LDR)

          LDR adalah rasio keuangan perusahaan perbankan yang berhubungan dengan aspek likuiditas. LDR adalah suatu pengukuran tradisional yang menunjukkan deposito berjangka, giro, tabungan, dan lain-lain yang digunakan dalam memenuhi permohonan pinjaman (loan requests) nasabahnya. Menurut Surat Edaran Bank Indonesia No.6/23/DPNP tanggal 31 Mei 2004 Lampiran 1e, Loan to Deposit Ratio (LDR) dapat diukur dari perbandingan antara seluruh jumlah kredit yang diberikan terhadap dana pihak ketiga. Besarnya jumlah kredit yang disalurkan akan menentukan keuntungan bank. Jika bank tidak mampu menyalurkan kredit sementara dana yang terhimpun banyak maka akan menyebabkan bank tersebut rugi (Kasmir, 2008). Semakin tinggi Loan to Deposit Ratio (LDR) maka laba perusahaan semakin meningkat (dengan asumsi bank tersebut mampu menyalurkan kredit dengan efektif, sehingga jumlah kredit macetnya akan kecil).
          Kredit yang diberikan adalah kredit yang diberikan bank yang sudah ditarik atau dicairkan bank. Kredit yang diberikan tidak termasuk kredit kepada bank lain. Sedangkan yang termasuk dalam pengertian dana pihak ketiga adalah giro, deposito, dan tabungan (Sinungan, 2000). Berdasarkan ketentuan Bank Indonesia, besarnya standar nilai Loan to Deposit Ratio (LDR) menurut Bank Indonesia adalah antara 85%-100%. Dalam membicarakan masalah Loan to Deposit Ratio (LDR) maka yang perlu kita ketahui adalah tujuan penting dari perhitungan Loan to Deposit Ratio (LDR). Tujuan perhitungan Loan to Deposit Ratio (LDR) adalah untuk mengetahui serta menilai sampai seberapa jauh suatu bank memiliki kondisi sehat dalam menjalankan kegiatan operasinya. Dengan kata lain, Loan to Deposit Ratio (LDR) digunakan sebagai suatu indikator untuk mengetahui tingkat kerawanan suatu bank. 
 Perhitungan loan deposit ratio ( LDR )
          Loan deposit ratio merupakan perbandingan antara seluruh jumlah kredit atau pembayaran yang diberikan bank dengan dana yang diterima bank. Nilai LDR dapat ditentukan melalui suatu formula yang ditentukan oleh bank Indonesia melalu surat edaran bank Indonesia NO. 3/30/DPNP tanggal 14 desember 2001 yaitu:


LDR = TOTAL KREDIT / TOTAL DANA PIHAK KE 3 + EQUITY


Contoh LDR


III.              Capital Adequacy Ratio (CAR)

      Capital Adequacy Ratio (CAR) adalah rasio kecukupan modal yang berfungsi menampung risiko kerugian yang kemungkinan dihadapi oleh bank. Semakin tinggi CAR maka semakin baik kemampuan bank tersebut untuk menanggung risiko dari setiap kredit/aktiva produktif yang berisiko. Jika nilai CAR tinggi maka bank tersebut mampu membiayai kegiatan operasional dan memberikan kontribusi yang cukup besar bagi profitabilitas.
      Capital Adequacy Ratio (CAR) menurut Lukman Dendawijaya (2000:122) adalah :
” Rasio yang memperlihatkan seberapa jauh seluruh aktiva bank yang mengandung risiko ( kredit, penyertaan , surat berharga, tagihan pada bank lain ) ikut di biayai dari dana modal sendiri bank disamping memperoleh dana – dana dari sumber – sumber di luar bank , seperti dana dari masyarakat , pinjaman , dan lain – lain."
      Capital Adequacy Ratio (CAR) merupakan indikator terhadap kemampuan bank untuk menutupi penurunan aktivanya sebagai akibat dari kerugian – kerugian bank yang di sebabkan oleh aktiva yang berisiko.

Modal bank
Capital Adequacy Ratio (CAR) = ——————————— x 100%
Aktiva tertimbang menurut risiko


Contoh Capital Adequacy Ratio (CAR)
      Bila anda mendapat Rp.1000/bulan dari orang tua, anda dapat menentukan sendiri berapa yang harus tetap menjadi uang setelah uang tersebut anda belanjakan (untuk ongkos, membeli buku, pulsa, rokok, dll). sisa uang yang tetap menjadi uang tersebut dapat dianalogikan sebagai  Capital Adequacy Ratio (CAR) di perbankan tersebut, setelah semua uang yang masuk dipotong untuk pemberian kredit, kpr, dll. dan Capital Adequacy Ratio (CAR) tersebut besarnya ditentukan oleh Bank Indeonesia (BI) dan bila bank itu  Capital Adequacy Ratio (CAR)-nya 0% apalagi sudah minus, berarti bank tersebut sudah tidak mempunyai modal/uang/capital lagi.


IV.              Legal lending limit (LLL)

Legal lending limit (LLL) merupakan instrumen kebijakan Bank Indonesia yang berlaku baik bagi bank Syariah maupun bank konvensional. Istilah tersebut dalam perbankan juga sering dikenal dengan nama Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK), yang diatur dalam Peraturan Bank Indonesia No. 8/13/PBI/2006 tentang perubahan atas Peraturan BankIndonesia No. 7/3/PBI/2005 tentang Batas Maksimum Pemberian Kredit dan dalam Undang-undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Kebijakan legal lending limit atau batas maksimum pemberian kredit adalah jumlah batas maksimal fasilitas kredit yang diperkenankan diberikan kepada satu debitur dan atau grup debitur .Dalam peraturan Bank Indonesia No. 8/13/PBI/2006 mempunyai arti yaitu persentase maksimum penyediaan dana yang diperkenankan terhadap modal bank. Sedangkan dalam UU No. 10 tahun 1998 batas maksimum pemberian kredit disebut dengan pembiayaan berdasarkan prinsip Syariah yaitu penyediaan uang atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil. Dari definisi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa legal lending limit atau Batas Maksimum Pemberian Kredit adalah jumlah batas maksimal penyediaan dana oleh bank berupa fasilitas kredit yang diberikan kepada satu debitur dan atau debitur group yang diperkenankan terhadap modal bank.

          Perhitungan Legal Lending Limit (LLL) adalah faktor Permodalan (Capital), Kualitas Aktiva Produktif (Asset), Manajemen, Rentabilitas (Earning) dan Likuiditas. Analisis ini dikenal dengan istilah Analisis CAMEL.
1. ASPEK PERMODALAN (CAPITAL)
Penilaian pertama adalah aspek permodalan, dimana aspek ini menilai permodalan yang dimiliki bank yang didasarkan kepada kewajiban penyediaan modal minimum bank. Penilaian tersebut didasarkan paa CAR (Capital Adequacy Ratio) yang ditetapkan BI, yaitu perbandingan antara Modal dengan Aktiva Tertimbang Menurut Resiko.

2. ASPEK KUALITAS AKTIVA PRODUKTIF (ASSET )
Aktiva produktif atau Productive Assets atau sering disebut dengan Earning Assets adalah semua aktiva yang dimiliki oleh bank dengan maksud untuk dapat memperoleh penghasilan sesuai dengan fungsinya.
Ada empat macam jenis aktiva produktif yaitu :
·         Kredit yang diberikan
·         Surat berharga
·         Penempatan dana pada bank lain
·         Penyertaan
          Penilaian aset, sesuai dengan Peraturan BI adalah dengan membandingkan antara aktiva produktif yang diklasifikasikan dengan aktiva produktif. Selain itu juga rasio penyisihan penghapusan aktiva produktif terhadap aktiva produktif yang diklasifikasikan. Klasifikasi aktiva produktif merupakan aktiva produktif yang telah dilihat kolektabilitasnya, yaitu lancar, kurang lancar, diragukan dan macet.

3. ASPEK KUALITAS MANAJEMEN (MANAGEMENT)
Aspek ketiga penilaian kesehatan bank meliputi kualitas manajemen bank. Untuk menilai kualitas manajemen akan mengajukan 250 pertanyaan yang menyangkut manajemen bank yang ebrsangkutan. Kualitas ini juga akan melihat dari segi pendidikan serta pengalaman para karyawannya dalam menangani bebagai kasus yang terjadi.

4. ASPEK RENTABILITAS (EARNING)
Penilaian aspek ini diguankan untuk mengukur kemampuan bank dalam meningkatkan keuntungan, juga untuk mengukur tingkat efisiensi usaha dan profitabilitas yang dicapai bank yang bersangkutan. Penilaian ini meliputi ROA atau Rasio Laba terhadap Total Aset, dan Perbandingan antara biaya operasional dengan pendapatan operasional (BOPO).

5. ASPEK LIKUIDITAS (LIKUIDITY)
Aspek kelima adapah penilaian terhadap aspek likuiditas bank. Suatu bank dukatakan likuid, apabila bank yangbersangkutan mampu membayar semua hutangnya, terutama hutang-hutang jangka pendek. Selain itu juga bank harus mampu memenuhi semua permohonan kredit yang layak dibiayai.
Penilaian dalam aspek ini meliputi :
 Rasio kewajiabn bersih Call Money terhadap Aktiva Lancar
Rasio kredit terhadap dana yang diterima oelh bank seperti KLBI, Giro, Tabungan, deposito dan lain-lain.
         
      Seraca umum penilaian tingkat kesehatan bank dapat dirangkum sebagai berikut :
Jumlah bobot untuk kelima faktor tersebut adalah 100%. Nilai kredit kemudian digunakan untuk menentukan predikat kesehatan bank, ditetapkan sebagai berikut :
Disamping penilaian analisis CAMEL, kesehatan bank juga dipengaruhi hasil penilaian lainnya, yaitu penilaian terhadap :
 Ketentauan pelaksanaan pemberian kredit Usaha Kesil (KUK) dan pelaksanaan Kredit Eksport
Pelanggaran terhadap ketantuan Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK) atau sering disebut dengan Legal Lending Limit.
Pelanggaran Posisi Devisa Netto.


V.                Non Permorfing Loan (NPL)

Non Performing Loan (NPL) atau kredit bermasalah merupakan salah satu indikator kunci untuk menilai kinerja fungsi bank. Salah satu fungsi bank adalah sebagai lembaga intermediary atau penghubung antara pihak yang memiliki kelebihan dana dengan pihak yang membutuhkan dana.
Bank Indonesia (BI) melalui Peraturan Bank Indonesia (PBI) menetapkan bahwa rasio kredit bermasalah (NPL) adalah sebesar 5%. Rumus perhitungan NPL adalah sebagai berikut:
Rasio NPL = (Total NPL / Total Kredit )x 100%
Misalnya suatu bank mengalami kredit bermasalah sebesar 50 dengan total kredit sebesar 1000, sehingga rasio NPL bank tersebut adalah 5% (50 / 1000 = 0.05).

>> Beberapa Hal Yang Mempengaruhi NPL Suatu Perbankan :
Menurut pendapat penulis terdapat beberapa hal yang mempengaruhi atau dapat menyebabkan naik turunnya NPL suatu bank, diantaranya dalah sebagai berikut :
a. Kemauan atau itikad baik debitur :
Kemampuan debitur dari sisi financial untuk melunasi pokok dan bunga pinjaman tidak akan ada artinya tanpa kemauan dan itikad baik dari debitur itu sendiri.
b. Kebijakan pemerintah dan Bank Indonesia :
Kebijakan pemerintah dapat mempengaruhi tinggi rendahnya NPL suatu perbankan, misalnya kebijakan pemerintah tentang kenaikan harga BBM akan menyebabkan perusahaan yang banyak menggunakan BBM dalam kegiatan produksinya akan membutuhkan dana tambahan yang diambil dari laba yang dianggarkan untuk pembayaran cicilan utang untuk memenuhi biaya produksi yang tinggi, sehingga perusahaan tersebut akan mengalami kesulitan dalam membayar utang-utangnya kepada bank. Demikian juga halnya dengan PBI, peraturan-peraturan Bank Indonesia mempunyai pengaruh lansung maupun tidak lansung terhadap NPL suatu bank. Misalnya BI menaikan BI Rate yang akan menyebabkan suku bunga kredit ikut naik, dengan sendirinya kemampuan debitur dalam melunasi pokok dan bunga pinjaman akan berkurang.
c. Kondisi perekonomian :
Kondisi perekonomian mempunyai pengaruh yang besar terhadap kemampuan debitur dalam melunasi utang-utangnya. Indikator-indikator ekonomi makro yang mempunyai pengaruh terhadap NPL diantaranya adalah sebagai berikut:

Inflasi :
Inflasi adalah kenaikan harga secara menyeluruh dan terus menerus. Inflasi yang tinggi dapat menyebabkan kemampuan debitur untuk melunasi utang-utangnya berkurang.
Kurs rupiah :
Kurs rupiah mempunayai pengaruh juga terhadap NPL suatu bank karena aktivitas debitur perbankan tidak hanya bersifat nasioanal tetapi juga internasional.
contoh ilustrasinya :



VI.              Net Interest Margin (NIM)

Pengertian marjin bunga bersih (NIM) adalah ukuran perbedaan antara bunga pendapatan yang dihasilkan oleh bank atau lembaga keuangan lain dan nilai bunga yang dibayarkan kepada pemberi pinjaman mereka (misalnya, deposito), relatif terhadap jumlah mereka (bunga produktif ) aset. Hal ini mirip dengan margin kotor perusahaan non-finansial.
    Hal ini biasanya dinyatakan sebagai persentase dari apa lembaga keuangan memperoleh pinjaman dalam periode waktu dan aset lainnya dikurangi bunga yang dibayar atas dana pinjaman dibagi dengan jumlah rata-rata atas aktiva tetap pada pendapatan yang diperoleh dalam jangka waktu tersebut (yang produktif rata-rata aktiva).
    margin bunga bersih mirip dalam konsep untuk menyebarkan bunga bersih , namun penyebaran bunga bersih adalah selisih rata-rata nominal antara pinjaman dan suku bunga pinjaman, tanpa kompensasi untuk kenyataan bahwa aktiva produktif dan dana yang dipinjam dapat menjadi alat yang berbeda dan berbeda dalam volume. Margin bunga bersih sehingga dapat lebih tinggi (atau kadang-kadang lebih rendah) daripada penyebaran bunga bersih.

Perhitungan
    NIM dihitung sebagai persentase dari aset dikenakan bunga. Sebagai contoh, rata-rata pinjaman bank untuk nasabah adalah $ 100,00 dalam setahun sementara itu memperoleh pendapatan bunga sebesar $ 6,00 dan bunga yang dibayar sebesar $ 3,00. NIM kemudian dihitung sebagai ($ 6,00 – $ 3,00) / $ 100,00 = 3%. Pendapatan bunga bersih sama dengan bunga yang diperoleh dikurangi bunga yang dibayarkan kepada pelanggan.

contoh ilustrasinya :



1.     Penilaian Capital

      CAPITAL

Penilaian pertama adalah aspek permodalan, dimana aspek ini menilai permodalan yang
dimiliki bank yang didasarkan :
1. kewajiban penyediaan modal minimum bank (KPMM)
2. Komposisi permodalan
3. Trend ke masa depan / proyeksi KPMM
4. Aktiva produktif yang diklasifikasikan dibandingkan dengan modal bank
5. Kemampuan Bank memelihara kebutuhan penambahan modal yang berasal dari
keuntungan (laba ditahan)
6. Rencana permodalan Bank untuk mendukung pertumbuhan usaha
7. Akses kepada sumber permodalan dan
8. Kinerja keuangan pemegang saham untuk meningkatkan permodalan bank

1. Komponen Kecukupan pemenuhan KPMM dihitung dengan menggunakan rumus :
2. Komponen kedua adalah komposisi permodalan di lihat dengan rumus :
3. Komponen Capital tentang Trend ke depan Proyeksi KPMM dilihat dari angka
pertumbuhan Modal dan ATMR
4. Komponen APYD dibanding dengan modal di hitung dengan rumus
Klasifikasinya adalah :
1. 25% dr Aktiva Produktif dalam perhatian Khusus
2. 50% dr Aktiva Produktif Kurang Lancar
3. 75% dr Aktiva Produktif Diragukan
4. 100% dr Aktiva Produktif Macet
Sistem Informasi Perbankan, Pertemuan Ke-9
Noviyanto, ST Halaman 2
5. Komponen Kemampuan Bank memelihara kebutuhan penambahan modal yang berasal
dari keuntungan (laba ditahan)
6. Komponen Rencana permodalan untuk mendukung pertumbuhan usaha Jasa dilihat
dari Indikator pendukung seperti persentase rencana pertumbuhan Modal dibandingkan
dengan persentase rencana pertumbuhan Volume Usaha
7. Akses kepada sumber permodalan
Selain itu juga dilihat Profitabilitas Bank yang dihitung dari Return On Asset (ROA)


    2.     Penilaian Aset

Proses penilaian merupakan tahapan-tahapan penentuan nilai properti yang didasarkan pada tujuan untuk: memahami permasalahan, merencanakan hal-hal yang perlu dilakukan dalam rangka pemecahan masalah tersebut, mendapatkan data-data, mengklasifikasikan data, menganalisis, menginterprestasi dan selanjutnya mengekspresikannya dalam suatu estimasi nilai.
Definisi Penilaian Aset
Dari beberapa definisi yang ada dapat digarisbawahi mengenai penilaian adalah:
     Penilaian merupakan sebuah opini (an opinion bukan judgment);
      Penilaian juga merupakan suatu estimasi nilai (an estimated value)
     Dilakukan pada hari yang ditentukan (as of specific date)
     Berdasarkan kepada hasil analisis atas data pasar yang relevan (based on analysis of relavan market information).

Jadi penilaian (valuation/appraisal) pada dasarnya merupakan estimasi atau opini, walaupun didukung oleh alasan atau analisis yang rasional. Kelayakan suatu penilaian dibatasi oleh ketersediaan data yang cukup, serta kemampuan dan obyektifitas si penilai (valuer/appraiser).
Tujuan Penilaian Aset / Properti
Standar Penilaian Indonesia memperlihatkan dan mengelompokkan tujuan penilaian :
      Dasar Penilaian Nilai Pasar (jual beli, sewa)
      Dasar Penilaian Selain Nilai Pasar (asuransi)
      Penilaian untuk Laporan Keuangan
    Penilaian untuk Jaminan Pelunasan Utang Dalam Bentuk Hak Tanggungan dan Surat Pengakuan Utang

Tujuan Penilaian Aset Publik
      Kepentingan Laporan Keuangan
      Kepentingan untuk Asuransi
    Kepentingan untuk Jual / Beli, tukar guling / ruislag, sewa menyewa Bangun Operasikan Transfer / Kembalikan (BOT), Bangun Transfer / Kembalikan Operasikan (BOT), Kerjasama Operasi (KSO)
      Kepentingan Pengelolaan Aset (Manajemen Aset)
      Kepentingan Informasi Eksternal
       Perbuatan hukum, pemindahan hak (penguasaan yuridis)
        Penyajian utang piutang dan pemberian hak tanggungan
        Gugatan atas penguasaan properti (litigasi)
       Pajak
       Konsultansi (Investasi)

 Proses Penilaian
Proses penilaian merupakan tahapan-tahapan penentuan nilai properti yang didasarkan pada tujuan untuk: memahami permasalahan, merencanakan hal-hal yang perlu dilakukan dalam rangka pemecahan masalah tersebut, mendapatkan data-data, mengklasifikasikan data, menganalisis, menginterprestasi dan selanjutnya mengekspresikannya dalam suatu estimasi nilai.
Sistematika Proses Penilaian menurut SPI adalah sebagai berikut:
1.       Definisi masalah :
a.       Identifikasi dari real estat
b.       Identifikasi hak atas properti yang dinilai
c.       Penggunaan/tujuan penilaian
d.       Definisi dari nilai
e.       Tanggal penilaian
f.        Deskripsi dari ruang lingkup penilaian
g.       Kondisi yang membatasi lainnya.

2.       Analisis pendahuluan dan seleksi serta koleksi data
a.       Umum ( daerah, kota dan lingkungan) : aspek sosial, ekonomis, pemerintahan serta lingkungan.
b.       Khusus (subyeknya dan perbandingannya) : lokasi dan pengembangannya, biaya dan depresiasi, pendapatan/pengeluaran dan capitalisasi rate, sejarah kepemilikan dan penggunaan properti.

3.       Persaingan supply dan demand (pasar properti/subyek yang dinilai) :
a.       Persediaan dari properti pesaing
b.       Penjualan dan daftar peminat
c.       Kekosongan dan penawaran
d.       Tingkat penyerapan
e.       Studi permintaan.

4.    Highest and best use analysis
a.       Tanah kosong
b.       Tanah dengan pengembangan
c.       Hal-hal yang berkaitan dengan penggunaan, waktu dan pemain di pasar.

5.       Estimasi nilai tanah
6.       Aplikasi dari ketiga pendekatan :cost, market/sales comparison dan income capitalization.
7.       Rekonsiliasi indikasi nilai dan estimasi nilai akhir.
8.       Laporan dari penilaian.

Identifikasi Real Estat
Suatu properti diidentifikasikan berdasarkan alamat jalan, lokasi atau data deskriftif lain yang memungkinkan untuk menentukan lokasi properti tersebut. Deskripsi yang lengkap adalah sesuai dengan surat tanah yang memuat peta lokasi, batasbatasnya, luasnya. Deskripsi harus akurat dan untuk itu harus mencari informasi dari instansi pemerintah yang berkompeten.
Identifikasi hak atas properti
Penilaian atas real property mencakup penilaian fisik dan hak yang dimiliki oleh satu atau lebih individu ataupun badan hukum atas tanah dan penggunaan serta pengembangannya. Seorang penilai bisa melakukan estimasi atas nilai dari suatu pungutan/biaya yang dikenakan terhadap real estat yang sederhana atau sebagian kepentingan yang ditimbulkan oleh bagian kepemilikan atas suatu hak.
Penggunaan penilai
Penggunaan atau fungsi dari penilaian adalah cara dimana klien menggunakan informasi yang ada di dalam laporan penilaian. Klien bisa menentukan penggunaan penilaian ketika mengajukan permintaan untuk menggunakan jasa penilai. Untuk mencegah pekerjaan yang sia-sia, penilai dan klien harus mencapai suatu pengertian timbal balik yang sama mengenai penggunaan dan kepemilikan dari laporan penilaian dan kesimpulannya.

Definisi nilai
Tujuan dari proses penilaian adalah untuk menetukan estimasi nilai suatu properti, sehingga tipe tertentu dari suatu nilai dan kepentingan yang ada harus diidentifikasi secara tegas dan jelas. Pernyataan tujuan penilaian pada laporan akhir dari nilai akhir yang ditentukan dalam rencana kerja penilaian sebelumnya, menentukan ruang lingkup dari penugasan penilaian. Jenis dari nilai yang akan dicari termasuk juga nilai pasar, nilai guna (use value), going concern value, investment value dan assesed value serta insurable value. Pernyataan tertulis dari nilai yang dimaksudkan harus dinyatakan dalam setiap laporan penilaian.
Tanggal penilaian
Tangal penilaian harus dicantumkan karena faktorfaktor yang mempengaruhi nilai real property terus berubah. Walau kondisi yang diamati pada saat penilaian masih sama dalam jangka waktu tertentu setelah penilaian, suatu estimasi nilai dipertimbangkan berlaku hanya untuk waktu tertentu yang secara tegas dinyatakan dalam laporan penilaian. Nilai pasar biasanya dilihat sebagai refleksi dari persepsi pelaku pasar untuk kondisi dimasa mendatang, dan persepsi itu didasarkan pada bukti nyata di pasar pada suatu periode waktu tertentu. Nilai mencerminkan kondisi ekonomi pada suatu waktu tertentu, dan perubahan tiba-tiba didalam bisnis dan pasar real estat dapat mempengaruhi nilai secara dramatis.

Deskripsi ruang lingkup penilaian
Ruang lingkup penilaian menunjuk pada luas dari proses data dikumpulkan, dipastikan dan dilaporkan. Ruang lingkup harus dijelaskan untuk memproteksi pihak ketiga yang menyandarkan diri pada laporan penilaian yang mungkin dipengaruhi oleh informasi tersebut. Penilai menentukan luas kerjanya dan laporan didasarkan pada pentingnya problema dan persetujuan dengan klien.
Pembatasan yang lain
Identifikasi real estat dan hak atas properti yang dinilai, tanggal estimasi nilai, penggunaan penilaian dan definisi dari nilai semua memenuhi persyaratan penilaian. Biasanya beberapa kondisi tertentu juga dikenakan untuk membatasi pengunaan laporan untuk tujuan yang lain. Pernyataan persyaratan kondisi tertentu juga dimuat dalam laporan untuk kepentingan proteksi terhadap penilai.
Analisa pendahuluan dan seleksi serta koleksi data
Setelah menentukan masalahnya, penilai sudah siap untuk melakukan analisa pendahuluan guna menentukan ciri dan ruang lingkup tugas pekerjaan serta beban kerja yang diperlukan untuk mengumpulkan data yang diperlukan. Analisa pendahuluan dan rencana kerja tergantung pada tugas pekerjaan dan tipe/jenis property yang akan dinilai.
Ada tiga jenis data yang dikumpulkan oleh penilai, yaitu data umum, data khusus dan data competisi supply dan demand. Data umum berkenaan dengan informasi mengenai kecenderungan pada kondisi sosial, ekonomi, pemerintahan, lingkungan hidup yang mempengaruhi nilai properti. Suatu trend adalah suatu momentum atau kecenderungan dalam suatu arah umum yang disebabkan oleh suatu seri perubahan yang saling berhubungan.
Data khusus adalah yang berkenaan dengan properti yang akan dinilai dan berkenaan pula dengan properti yang dapat dibandingkan. Data tersebut termasuk aspek legal, pisik, lokasi, biaya dan pendapatan serta informasi pengeluaran yang berkenaan dengan properti serta data perbandingan penjualan secara rinci.
Data kompetisi supply dan demand berkenaan dengan posisi kompetisi dari properti dimasa depan. Data penawaran (supply) termasuk pula persediaan yang ada serta rencana/usulan properti pesaing, tingkat hunian serta tingkat penyerapan. Data permintaan (demand) bisa terdiri atas data kependudukan, pendapatan, kebutuhan tenaga kerja (tenaga kerja yang dipekerjakan), serta penelitian data tentang potensi pemakai properti. Dari data-data itu suatu estimasi tentang permintaan yang akan datang berdasarkan kondisi sekarang atau penggunaan yang punya prospek kedepan atau yang pengembangan penggunaan properti akan dapat dihasilkan.

Laporan penetapan nilai
Estimasi akhir dari nilai yang ditetapkan yang merupakan tujuan dari proses penilaian, dalam beberapa hal bisa dilaporkan dalam bentuk kisaran/range suatu nilai, namun biasanya dilaporkan sebagai satu/single angka nilai. Suatu laporan yang disebut sebagai "self contained appraisal report" adalah laporan yang memasukkan semua data yang menjadi bahan pertimbangan dan analisa, metode yang digunakan, serta alasan yang digunakan untuk memperoleh estimasi nilai akhir. Analisa penilaian yang singkat mampu memberikan kepada pembacanya untuk memahami permasalahan yang dihadapi serta fakta data yang dikemukakan serta agar dapat mengikuti jalan pemikiran dan alasan yang melatarbelakangi kesimpulan penilai atas suatu nilai.
Estimasi nilai adalah opini dari penilai dan mencerminkan pengalaman serta pendapat yang telah dia terapkan dalam mempelajari data yang dikumpulkan. Laporan penilaian adalah "tangible expression" dari pekerjaan penilaian. Dalam menyiapkan laporan, penilai wajib memperhatikan secara khusus pada gaya penulisan, sistematika, presentasi, dan semua penampilan secara keseluruhan. Kesimpulan dari penilaian mungkin dapat disampaikan kepada klien baik secara lisan maupun tertulis. Laporan tertulis bisa berupa self contained report, summary report ataupun restricted report.


    3.     Penilaian Management

Manajemen atau pengelolaan suatu bank akan menentukan sehat tidaknya suatu bank. Mengingat hal tersebut, maka pengelolaan suatu manajemen sebuah bank mendapatkan perhatian yang besar dalam penilaian tingkat kesehatan suatu bank diharapkan dapat menciptakan dan memelihara kesehatannya.
Penilaian faktor manajemen dalam penilaian tingkat kesehatan bank umum dilakukan dengan melakukan evaluasi terhadap pengelolaan terhadap bank yang bersangkutan. Penilaian tersebut dilakukan dengan mempergunakan sekitar seratus kuesioner yang dikelompokkan dalam dua kelompok besar yaitu kelompok manajemen umum dan kuesioner manajemen risiko. Kuesioner kelompok manajemen umum selanjutnya dibagi ke dalam sub kelompok pertanyaan yang berkaitan dengan strategi, struktur, sistem, sumber daya manusia, kepemimpinan, budaya kerja. Sementara itu, untuk kuesioner manajemen risiko dibagi dalam sub kelompok yang berkaitan dengan risiko likuiditas, risiko pasar, risiko kredit, risiko operasional, risiko hukum dan risiko pemilik dan pengurus.


    4.     Penilaian Earning

Salah satu parameter untuk mengukur tingkat kesehatan suatu bank adalah kemampuan bank untuk memperoleh keuntungan. Perlu diketahui bahwa apabila bank selalu mengalami kerugian dalam kegiatan operasinya maka tentu saja lama kelamaan kerugian tersebut akan memakan modalnya. Bank yang dalam kondisi demikian tentu saja tidak dapat dikatakan sehat.
Penilaian didasarkan kepada rentabilitas atau earning suatu bank yaitu melihat kemampuan suatu bank dalam menciptakan laba. Penilaian dalam unsur ini didasarkan pada dua macam, yaitu :
1)            Rasio Laba terhadap Total Assets (ROA / Earning 1). Rumusnya adalah :


Penilaian rasio earning 1 dapat dilakukan sebagai berikut untuk rasio 0 % atau negatif diberi nilai kredit 0, dan untuk setiap kenaikan 0,015% mulai dari 0% nilai kredit ditambah dengan nilai maksimum 100.
1)            Rasio Beban Operasional terhadap Pendapatan Operasional (Earning 2). Rumusnya adalah :


Penilaian earning 2 dapat dilakukan sebagai berikut untuk rasio sebesar 100% atau lebih diberi nilai kredit 0 dan setiap penurunan sebesar 0,08% nilai kredit ditambah 1 dengan maksimum 100.


    5.     Penilaian Liquidity

Penilaian terhadap faktor likuiditas dilakukan dengan menilai dua buah rasio, yaitu rasio Kewajiban Bersih Antar Bank terhadap Modal Inti dan rasio Kredit terhadap Dana yang Diterima oleh Bank. Yang dimaksud Kewajiban Bersih Antar Bank adalah selisih antara kewajiban bank dengan tagihan kepada bank lain. Sementara itu yang termasuk Dana yang Diterima adalah Kredit Likuiditas Bank Indonesia, Giro, Deposito, dan Tabungan Masyarakat, Pinjaman bukan dari bank yang berjangka waktu lebih dari tiga bulan (tidak termasuk pinjaman subordinasi), Deposito dan Pinjaman dari bank lain yang berjangka waktu lebih dari tiga bulan, dan surat berharga yang diterbitkan oleh bank yang berjangka waktu lebih dari tiga bulan.
Liquidity yaitu rasio untuk menilai likuiditas bank. Penilaian likuiditas bank didasarkan atas dua maca rasio, yaitu :
1)            Rasio jumlah kewajiban bersih call money terhadap Aktiva Lancar. Rumusnya adalah :


Penilaian likuiditas dapat dilakukan sebagai berikut untuk rasio sebesar 100% atau lebih diberi nilai kredit 0, dan untuk setiap penurunan sebesar 1% mulai dari nilai kredit ditambah 1 dengan maksimum 100.
1)            Rasio antara Kredit terhadap dana yang diterima oleh bank. Rumusnya adalah :


Penilaian likuiditas 2 dapat dilakukan sebagai berikut untuk rasio 115 atau lebih diberi nilai kredit 0 dan untuk setiap penurunan 1% mulai dari rasio 115% nilai kredit ditambah 4 dengan nilai maksimum 100.


    6.     Penilaian Sensitivity (Sensitivity to Market Risk)

Yaitu penilaian pendekatan kuantitatif dan kualitatif faktor sensitivitas terhadap risiko pasar antara lain dilakukan melalui penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut:
Modal atau cadangan yang dibentuk untuk mengcover fluktuasi suku bunga dibandingkan dengan potential loss sebagai akibat fluktuasi (adverse movement) suku bunga
Modal atau cadangan yang dibentuk untuk mengcover fluktuasi nilai tukar dibandingkan dengan potential loss sebagai akibat fluktuasi (adverse movement) nilai tukar, danKecukupan penerapan sistem manajemen risiko pasar.
Kesehatan atau kondisi keuangan dan non keuangan Bank merupakan kepentingan semua pihak terkait, baik pemilik, pengelola (manajemen) Bank, masyarakat pengguna jasa Bank, Bank Indonesia selaku otoritas pengawasan Bank, dan pihak lainnya. Kondisi Bank tersebut dapat digunakan oleh pihak-pihak tersebut untuk mengevaluasi kinerja Bank dalam menerapkan prinsip kehati-hatian, kepatuhan terhadap ketentuan yang berlaku dan manajemen risiko. Perkembangan industri perbankan, terutama produk dan jasa yang semakin kompleks dan beragam akan meningkatkan eksposur risiko yang dihadapi Bank. Perubahan eksposur risiko Bank dan penerapan manajemen risiko akan mempengaruhi profil risiko Bank yang selanjutnya berakibat pada kondisi Bank secara keseluruhan.

Perkembangan metodologi penilaian kondisi Bank senantiasa bersifat dinamis sehingga sistem penilaian tingkat kesehatan Bank harus diatur kembali agar lebih mencerminkan kondisi Bank saat ini dan di waktu yang akan datang. Pengaturan kembali tersebut antara lain meliputi penyempurnaan pendekatan penilaian (kualitatif dan kuantitatif) dan penambahan faktor penilaian.
Bagi perbankan, hasil akhir penilaian kondisi Bank tersebut dapat digunakan sebagai salah satu sarana dalam menetapkan strategi usaha di waktu yang akan datang sedangkan bagi Bank Indonesia, antara lain digunakan sebagai sarana penetapan dan implementasi strategi pengawasan Bank. Agar pada waktu yang ditetapkan Bank dapat menerapkan sistem penilaian tingkat kesehatan Bank sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia ini, maka perbankan perlu melakukan langkah-langkah persiapan dalam menerapkan sistem tersebut.


 1.     Perkembangan Teknologi Komputer di Perbankan

Semakin majunya teknologi di dunia transaksi perbankanpun mulai mengunakan teknologi berbasis komputer untuk mempermudah transaksi dengan nasabah. yang tadinya melayani nasabah dengan harus bertemu / nasabah datang ke cabang2 bank yang disediakan oleh bank yang dia gunakan untuk menabung/infertasi menjadi lebih mudah karena bank mulai mengunakan teknoligi berbasis komputer dan sekarang sudah bisa mengakses lewat internet bahkan dengan mobile “HP” dengan SMS sudah banyak diterapkan bank.
Dalam dunia perbankan, perkembangan teknologi informasi membuat para perusahaan mengubah strategi bisnis dengan menempatkan teknologi sebagai unsur utama dalam proses inovasi produk dan jasa seperti :

·         Adanya transaksi berupa Transfer uang via mobile maupun via teller.
·         Adanya ATM ( Auto Teller Machine ) pengambilan uang secara cash secara 24 jam.
·         Penggunaan Database di bank – bank.
·         Sinkronisasi data – data pada Kantor Cabang dengan Kantor Pusat Bank.

Dengan adanya jaringan komputer hubungan atau komunikasi kita dengan klien jadi lebih hemat, efisien dan cepat. Pada dunia perbankan, perkembangan teknologi informasi membuat para perusahaan mengubah strategi bisnis dengan menempatkan teknologi sebagai unsur utama dalam proses inovasi produk dan jasa. Seperti halnya pelayanan electronic transaction (e-banking) melalui ATM, phone banking dan Internet Banking misalnya, merupakan bentuk-bentuk baru dari pelayanan bank yang mengubah pelayanan transaksi manual menjadi pelayanan transaksi yang berdasarkan teknologi.


 2.     Kriteria Pemilihan Teknologi Perangkat Lunak Perbankan

Lembaga keuangan di Indonesia, termasuk bank, sudah lebih cepat dan intensif dibandingkan sector atau jenis industri lainnya dalam menerapkan teknologi computer dalam memberikan pelayanannya ke nasabah. Jasa-jas ini meliputi pembayaran komputerisasi (pemindahan dana melalui computer dengan fasilitas jaringan komunikasi datanya); jasa penyetoran dan pengambilan dana secara otomatis melalui ATM atau berbagai jenis kartu plastic; homebanking dan internet banking serta fasilitas pelayanan lainnya. Beberapa contoh jenis teknologi computer tersebut diantaranya mesin Automated Teller Machine (ATM), berbagai jenis kartu kredit, Point of sales (POS), electronic fund transfer system, dan otomatisasi kliring.
Fungsi teknologi informasi (TI) telah mengalami perubahan dan perkembangan pesat pada decade terakhir ini. Fungsi TI yang semakin khusus mendorong setiap bank untuk membentuk bagian, departemen, atau unit kerja khusus tersendiri. Walaupun struktur tersebut tergantung pada berbagai factor misalnya skla bisnis dan beban kerja, tetapi unit kerja tersebut mencerminkan 2 aspek kegiatan yaitu aspek pengembangan teknologi dan aspek operasionalnya.
Fasilitas pengolahan data yang tersedia di bank saat ini merupakan hasil kemajuan teknologi dan kebutuhan untuk menjalankan operasi secara sistematis dan baik sesuai dengan aliran masuk dan keluar dana bank. Fasilitas tersebut berfungsi untuk menangani, memilih, menghitung, menyusun, melaporkan, dan mengirimkan informasi. Jadi penggunaan TI di bank dimaksud adalah untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi pengelolaan data kegiatan usaha perbankan sehingga dapat memberikan hasil yang akurat, benar, tepat waktu, dan dapat menjamin kerahasiaan informasi (sesuai peraturan Bank Indonesia).
Fungsi TSI yang tepat tidak terlepas dari criteria pemilihan jenis teknologi yang akan digunakan oleh bank. Sistem aplikasi computer yang digunakan di bidang perbankan harus bisa mengakomodasikan semua kebutuhan bank dan sesuai dengan ketentuan otoritas moneter (salam hal ini adalah Bank Indonesia). Hal ini memerlukan pemilihan software computer mengingat jenis software yang ada dan ditawarkan di pasar relative banyak. Secara umum pemilihan ini berdasarkan kesesuaian antara kapasita bank dengan fasilitas atau kemampuan software yang akan dipilih sehingga investasi yang telah dikeluarkan benar-benar efektif dan memberikan nilai tambah terhadap bank.
Sebagai contoh, Bank yang kapasitasnya relative kecil, misalnya Bank Perkreditan Rakyat atau BPR kurang relevan bila menggunakan system aplikasi computer yang menyediakan fasilitas transaksi dalam valuta asing atau pengelolaan giro. Hal ini menginbgat bahwa BPR tidak boleh melakukan transaksi dalam valuta asing dan tidak ikut dalam lalu lintas pembayaran giral. Penggunaan software tersebut menjadi tidak efisien dan biaya investasinya lebih besar dibandingkan dengan nilai tambah yang dihasilkannya.

Kriteria pemilihan software computer perbankan yang baik sesuai dengan kebutuhan bank secara umum berdasarkan pertimbangan-pertimbangan berikut:
1. Kemampuan dokumentasi atau Penyimpanan Data
Jenis dan klasifikasi data bank yang relative banyak harus bisa ditampung oleh software yang akan digunakan, termasuk pertimbangan segi keamanan datanya. Jumlah nasabah serta frekuensi dan jumlah transaksi harian yang besar memerlukan memory computer yang besar, selain memerlukan kecepatan prosesor yang tinggi juga. Sebagai contoh BPR kurang efisien jika menggunakan mesin besar, misalnya AS/400 dalm operasionalnya karena kapasitas dan cakupan geografis BPR biasanya relative kecil.
2. Keluwesan (Flexibility)
Operasional bank selalu berkembang dengan kebutuhan yang berubah-ubah dan mungkin bertambah di kemudian hari walaupun informasi dasarnya tetap sama. Kondisi ini harus bisa diantisipasi oleh perangkat lunak computer sampai batas-batas tertentu. Setiap bank mempunyai system dan prosedur yang mungkin berbeda meskipun data atau informasi dasar yang diolahnya sama. Perangkat lunak computer yang fleksibel dapat digunakan oleh dua bank yang kapasitasnya sama tetapi system dan prosedurnya berbeda.
3. Sistem Keamanan
Sebagai lembaga kepercayaan masyarakat (agent of trusth), bank memerlukan system keamanan yang handal untuk menjaga kerahasiaan data atau keuangan nasabah; serta mencegah penyalahgunaan data atau keuangan oleh pihak lain yang tidak bertanggung jawab. Software computer perbankan yang baik harus menyediakan fasilitas pengendalian dan pengamanan tersebut.
4. Kemudahan penggunaan (user friendly)
Pengertian mudah dioperasikan bukan berarti setiap pemakai (user) bisa mengakses ke software tersebut tetapi petugas yang memang mempunyai kewenangan mudah mengoperasikan proses yang menjadi tanggung jawabnya. Tahap input, proses, dan output yang dilakukan pada software tersebut tidak menjadi penghambat dalam kegiatan perbankan secara keseluruhan. System aplikasi computer yang baik bahkan dapat mendeteksi kesalahan pengoperasian yaitu dengan memberikan error message dan memberikan petunjuk pemecahan masalahnya.
5. Sistem Pelaporan (Reporting system)
Data atau informasi yang dibutuhkan harus bisa disajikan dalam bentuk yang jelas dan mudah dimengerti. Bank memerlukan laporan-laporan yang lengkap dan jelas tersebut terutama dalam proses pemeriksaan (audit) atau penyajian laporan yang bisa dimengerti oleh pihak-pihak yang berkempentingan dengan harapan keuangan setiap bank menjadi lebih transparan dan bisa dipertanggungjawabkan.
6. Aspek Pemeliharaan
Kinerja software perbankan diharapkan relative stabil selama bank beroperasi. Kondisi ini memerlukan aspek pemeliharaaan yang baik, dalam arti secara teknis tidak sulit dilakukan dan tidak membutuhkan biaya yang relative mahal. Pemeliharaan ini juga menyangkut pergantian atau perbaikan teknis peralatan dan modifikasi atau pengembangan software.
7. Source Code
Software perbankan biasanya merupakan program paket yang sudah di-compile sehingga menjadi excecutable file. File program tersebut relative tidak bisa dirubah atau dimodifikasi seandainya bank menginginkan perubahan atau fasilitas tambahan dari software tersebut. Kondisi ini bisa diatasi jika pihak bank mempunyai dan memahami software tersevut dalam bentuk bahasa pemrograman aslinya atau source code.


 3.     STRUKTUR INFORMASI DAN HUBUNGAN ANTAR SUB SISTEM APLIKASI BANK.

Fungsi teknologi informasi di sector keuangan, termasuk perbankan secara umum adalah untuk meningkatkan daya saing bank yang ditunjukkan dengan kecepatan, ketepatan, efisiensi, produktifitas, validitas dan pelayanan yang semakin meningkat. Peningkatan kinerja dan saya saing bank tersebut dimungkinkan dengan keberadaan teknologi informasi yang bias berfungsi sebagai media yang bias melakukan transaksi, mencakup wilayah geografis yang luas, analisis data, otomatisasi operasional bank, penyedian informasi, memproses kegiatan bank secara sekuensial, pengelolaan pengetahuan berbasis teknologi, serta fungsi disintermediasi yang memungkinkan pihak bank dan nasabahnya seolah-olah tidak ada penghalang dalam memenuhi kebutuhannya masing-masing. Konsep front office yang lebih mendekati sisi nasabah dan konsep back office yang lebih mendekati sisi bank sebagai lembaga keungan yang harus mencatat, mendokumentasikan, dan atau mempublikasikan informasi keuangan, menyebabkan system aplikasi perbankan terdiri dari sub-sub system yang saling berkaitan sesuai dengan tahap-tahap pemrosesan dan jenis-jenis data keuangan.




sumber :
http://arlanwidiantara.blogspot.com/2013/04/pengertian-legal-reserve-requirement-lrr.html
http://zaidarrosyid.blogspot.com/2013/05/pengertian-legal-reserve-requirement-lrr.html
SRI WAHYUNI RASYID, ANALISIS PENGARUH LOAN TO DEPOSIT RATIO ( LDR ), NET INTEREST MARGIN ( NIM ) DAN EFISIENSI TERHADAP RETURN ON ASSET ( ROA ) BANK UMUM INDONESIA , 2012, [online], (http://repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/1551/SKRIPSI%20LENGKAP%20-FEB-MANAJEMEN-%20SRI%20WAHYUNI%20RASYID.pdf?sequence=1 , diambil pada 28 April 2013)
http://artikaamanda.blogspot.com/2012/04/loan-to-deposit-ratio-ldr.html
http://anandyarevannie.blogspot.com/2013/04/pengertian-loan-to-deposit-ratio-ldr.html
http://safrilblog.wordpress.com/2013/04/04/pengertian-net-interest-margin-nim-dan-contoh-ilustrasinya/
http://antopriyady.blogspot.com/2013/04/28-pengertian-capital-adequacy-ratio.html
http://safrilblog.wordpress.com/2013/04/04/pengertian-perhitungan-legal-lending-limit-lll-dan-contoh-ilustrasinya/
http://digilib.sunan-ampel.ac.id/files/disk1/154/hubptain-gdl-sitianitan-7677-4-bab3.pdf
http://imammagribi.wordpress.com/2013/05/02/perhitungan-legal-lending-limit-lll/
http://arlanwidiantara.blogspot.com/2013/04/pengertian-non-permorfing-loan-npl.html
http://zaidarrosyid.blogspot.com/2013/05/pengertian-non-permorfing-loan-npl.html
http://arlanwidiantara.blogspot.com/2013/04/pengertian-net-interest-margin-nim.html
http://zaidarrosyid.blogspot.com/2013/05/pengertian-net-interest-margin-nim.html
http://sjetie.blogspot.com/2011/05/penilaian-tingkat-kesehatan-bank.html
http://ricojacson.wordpress.com/2011/05/28/penilaian-capital-tulisan-softskill-terapan-komputer-perbankan/
http://adipatisucipto.blogspot.com/2012/01/tujuan-dan-proses-penilaian-aset.htmlhttp://mdhaqiqi.wordpress.com/2010/01/06/pengukuran-tingkat-kesehatan-bank-di-indonesia-dengan-menggunakan-metode-
http://hendri-az.blogspot.com/2012/06/penilaian-management.html
http://mdhaqiqi.wordpress.com/2010/01/06/pengukuran-tingkat-kesehatan-bank-di-indonesia-dengan-menggunakan-metode-camel/
http://riezquchiha.wordpress.com/2011/05/31/penilaian-earning-tingkat-kesehatan-bank/
http://mdhaqiqi.wordpress.com/2010/01/06/pengukuran-tingkat-kesehatan-bank-di-indonesia-dengan-menggunakan-metode-camel/
http://riezquchiha.wordpress.com/2011/05/31/penilaian-liquidity-tingkat-kesehatan-bank/
http://khalem.wordpress.com/2011/05/12/penilaian-terhadap-tingkat-kesehatan-bank/
http://ricojacson.wordpress.com/2011/05/28/penilaian-management-penilaian-earning-penilaian-liquidity-penilaian-sensitivity-tulisan-softskill-terapan-komputer-perbankan/
http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2011/05/teknologi-sistem-informasi-tsi-perbankan/
ILIHAN PERANGKAT LUNAK PERBANKANSUPERBOMS: KRITERIA PEM http://www.bombomers.co.cc/2011/05/kriteria-pemilihan-perangkat-lunak.html#ixzz1NEPr7mNX
http://ri2stugas.blogspot.com/2011/05/kriteria-pemilihan-teknologi-perangkat.html