1. Perkembangan
Teknologi Komputer di Perbankan
Semakin majunya teknologi di dunia transaksi
perbankanpun mulai mengunakan teknologi berbasis komputer untuk mempermudah
transaksi dengan nasabah. yang tadinya melayani nasabah dengan harus bertemu /
nasabah datang ke cabang2 bank yang disediakan oleh bank yang dia gunakan untuk
menabung/infertasi menjadi lebih mudah karena bank mulai mengunakan teknoligi
berbasis komputer dan sekarang sudah bisa mengakses lewat internet bahkan
dengan mobile “HP” dengan SMS sudah banyak diterapkan bank.
Dalam dunia perbankan, perkembangan teknologi
informasi membuat para perusahaan mengubah strategi bisnis dengan menempatkan
teknologi sebagai unsur utama dalam proses inovasi produk dan jasa seperti :
– Adanya transaksi berupa Transfer uang via mobile
maupun via teller.
– Adanya ATM ( Auto Teller Machine ) pengambilan
uang secara cash secara 24 jam.
– Penggunaan Database di bank – bank.
– Sinkronisasi data – data pada Kantor Cabang dengan
Kantor Pusat Bank.
Dengan adanya jaringan computer hubungan atau
komunikasi kita dengan klien jadi lebih hemat, efisien dan cepat. Contohnya :
email, teleconference.
Sedangkan di rumah dapat berkomunikasi dengan
pengguna lain untuk menjalin silaturahmi (chatting), dan sebagai hiburan dapat
digunakan untuk bermain game online, sharing file. Apabila kita mempunyai lebih
dari satu komputer, kita bisa terhubung dengan internet melalui satu jaringan.
Contohnya seperti di warnet atau rumah yang memiliki banyak kamar dan terdapat
setiap komputer di dalamnya.
Pada dunia perbankan, perkembangan teknologi
informasi membuat para perusahaan mengubah strategi bisnis dengan menempatkan
teknologi sebagai unsur utama dalam proses inovasi produk dan jasa. Seperti
halnya pelayanan electronic transaction (e-banking) melalui ATM, phone banking
dan Internet Banking misalnya, merupakan bentuk-bentuk baru dari pelayanan bank
yang mengubah pelayanan transaksi manual menjadi pelayanan transaksi yang
berdasarkan teknologi.
2. Kriteria
pemilihan teknologi perangkat lunak perbankan
Lembaga keuangan di Indonesia, termasuk bank, sudah
lebih cepat dan intensif dibandingkan sector atau jenis industri lainnya dalam
menerapkan teknologi computer dalam memberikan pelayanannya ke nasabah.
Jasa-jas ini meliputi pembayaran komputerisasi (pemindahan dana melalui computer
dengan fasilitas jaringan komunikasi datanya); jasa penyetoran dan pengambilan
dana secara otomatis melalui ATM atau berbagai jenis kartu plastic; homebanking
dan internet banking serta fasilitas pelayanan lainnya. Beberapa contoh jenis
teknologi computer tersebut diantaranya mesin Automated Teller Machine (ATM),
berbagai jenis kartu kredit, Point of sales (POS), electronic fund transfer
system, dan otomatisasi kliring.
Fungsi teknologi informasi (TI) telah mengalami
perubahan dan perkembangan pesat pada decade terakhir ini. Fungsi TI yang
semakin khusus mendorong setiap bank untuk membentuk bagian, departemen, atau
unit kerja khusus tersendiri. Walaupun struktur tersebut tergantung pada
berbagai factor misalnya skla bisnis dan beban kerja, tetapi unit kerja
tersebut mencerminkan 2 aspek kegiatan yaitu aspek pengembangan teknologi dan
aspek operasionalnya.
Fasilitas pengolahan data yang tersedia di bank saat
ini merupakan hasil kemajuan teknologi dan kebutuhan untuk menjalankan operasi
secara sistematis dan baik sesuai dengan aliran masuk dan keluar dana bank.
Fasilitas tersebut berfungsi untuk menangani, memilih, menghitung, menyusun,
melaporkan, dan mengirimkan informasi. Jadi penggunaan TI di bank dimaksud
adalah untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi pengelolaan data kegiatan
usaha perbankan sehingga dapat memberikan hasil yang akurat, benar, tepat
waktu, dan dapat menjamin kerahasiaan informasi (sesuai peraturan Bank
Indonesia).
Fungsi TSI yang tepat tidak terlepas dari criteria
pemilihan jenis teknologi yang akan digunakan oleh bank. Sistem aplikasi
computer yang digunakan di bidang perbankan harus bisa mengakomodasikan semua
kebutuhan bank dan sesuai dengan ketentuan otoritas moneter (salam hal ini
adalah Bank Indonesia). Hal ini memerlukan pemilihan software computer
mengingat jenis software yang ada dan ditawarkan di pasar relative banyak.
Secara umum pemilihan ini berdasarkan kesesuaian antara kapasita bank dengan
fasilitas atau kemampuan software yang akan dipilih sehingga investasi yang telah
dikeluarkan benar-benar efektif dan memberikan nilai tambah terhadap bank.
Sebagai contoh, Bank yang kapasitasnya relative
kecil, misalnya Bank Perkreditan Rakyat atau BPR kurang relevan bila
menggunakan system aplikasi computer yang menyediakan fasilitas transaksi dalam
valuta asing atau pengelolaan giro. Hal ini menginbgat bahwa BPR tidak boleh
melakukan transaksi dalam valuta asing dan tidak ikut dalam lalu lintas
pembayaran giral. Penggunaan software tersebut menjadi tidak efisien dan biaya
investasinya lebih besar dibandingkan dengan nilai tambah yang dihasilkannya.
Kriteria pemilihan software computer perbankan yang
baik sesuai dengan kebutuhan bank secara umum berdasarkan
pertimbangan-pertimbangan berikut:
1. Kemampuan dokumentasi atau Penyimpanan Data
Jenis dan klasifikasi data bank yang relative banyak
harus bisa ditampung oleh software yang akan digunakan, termasuk pertimbangan
segi keamanan datanya. Jumlah nasabah serta frekuensi dan jumlah transaksi
harian yang besar memerlukan memory computer yang besar, selain memerlukan
kecepatan prosesor yang tinggi juga. Sebagai contoh BPR kurang efisien jika
menggunakan mesin besar, misalnya AS/400 dalm operasionalnya karena kapasitas
dan cakupan geografis BPR biasanya relative kecil.
2. Keluwesan (Flexibility)
Operasional bank selalu berkembang dengan kebutuhan
yang berubah-ubah dan mungkin bertambah di kemudian hari walaupun informasi
dasarnya tetap sama. Kondisi ini harus bisa diantisipasi oleh perangkat lunak
computer sampai batas-batas tertentu. Setiap bank mempunyai system dan prosedur
yang mungkin berbeda meskipun data atau informasi dasar yang diolahnya sama.
Perangkat lunak computer yang fleksibel dapat digunakan oleh dua bank yang
kapasitasnya sama tetapi system dan prosedurnya berbeda.
3. Sistem Keamanan
Sebagai lembaga kepercayaan masyarakat (agent of
trusth), bank memerlukan system keamanan yang handal untuk menjaga kerahasiaan
data atau keuangan nasabah; serta mencegah penyalahgunaan data atau keuangan
oleh pihak lain yang tidak bertanggung jawab. Software computer perbankan yang
baik harus menyediakan fasilitas pengendalian dan pengamanan tersebut.
4. Kemudahan penggunaan (user friendly)
Pengertian mudah dioperasikan bukan berarti setiap
pemakai (user) bisa mengakses ke software tersebut tetapi petugas yang memang
mempunyai kewenangan mudah mengoperasikan proses yang menjadi tanggung
jawabnya. Tahap input, proses, dan output yang dilakukan pada software tersebut
tidak menjadi penghambat dalam kegiatan perbankan secara keseluruhan. System
aplikasi computer yang baik bahkan dapat mendeteksi kesalahan pengoperasian
yaitu dengan memberikan error message dan memberikan petunjuk pemecahan
masalahnya.
5. Sistem Pelaporan (Reporting system)
Data atau informasi yang dibutuhkan harus bisa
disajikan dalam bentuk yang jelas dan mudah dimengerti. Bank memerlukan
laporan-laporan yang lengkap dan jelas tersebut terutama dalam proses
pemeriksaan (audit) atau penyajian laporan yang bisa dimengerti oleh
pihak-pihak yang berkempentingan dengan harapan keuangan setiap bank menjadi
lebih transparan dan bisa dipertanggungjawabkan.
6. Aspek Pemeliharaan
Kinerja software perbankan diharapkan relative
stabil selama bank beroperasi. Kondisi ini memerlukan aspek pemeliharaaan yang
baik, dalam arti secara teknis tidak sulit dilakukan dan tidak membutuhkan
biaya yang relative mahal. Pemeliharaan ini juga menyangkut pergantian atau
perbaikan teknis peralatan dan modifikasi atau pengembangan software.
7. Source Code
Software perbankan biasanya merupakan program paket
yang sudah di-compile sehingga menjadi excecutable file. File program tersebut
relative tidak bisa dirubah atau dimodifikasi seandainya bank menginginkan
perubahan atau fasilitas tambahan dari software tersebut. Kondisi ini bisa
diatasi jika pihak bank mempunyai dan memahami software tersevut dalam bentuk
bahasa pemrograman aslinya atau source code.
III.
Struktur Informasi Dan Hubungan Antar Sub Sistem Aplikasi Bank
Fungsi teknologi informasi di sector keuangan,
termasuk perbankan secara umum adalah untuk meningkatkan daya saing bank yang
ditunjukkan dengan kecepatan, ketepatan, efisiensi, produktifitas, validitas
dan pelayanan yang semakin meningkat. Peningkatan kinerja dan saya saing bank
tersebut dimungkinkan dengan keberadaan teknologi informasi yang bias berfungsi
sebagai media yang bias melakukan transaksi, mencakup wilayah geografis yang
luas, analisis data, otomatisasi operasional bank, penyedian informasi,
memproses kegiatan bank secara sekuensial, pengelolaan pengetahuan berbasis
teknologi, serta fungsi disintermediasi yang memungkinkan pihak bank dan
nasabahnya seolah-olah tidak ada penghalang dalam memenuhi kebutuhannya
masing-masing. Konsep front office yang lebih mendekati sisi nasabah dan konsep
back office yang lebih mendekati sisi bank sebagai lembaga keungan yang harus
mencatat, mendokumentasikan, dan atau mempublikasikan informasi keuangan,
menyebabkan system aplikasi perbankan terdiri dari sub-sub system yang saling
berkaitan sesuai dengan tahap-tahap pemrosesan dan jenis-jenis data keuangan.
Contoh :
Prinsip Kliring
Kliring (dari Bahasa Inggris “clearing”) sebagai
suatu istilah dalam dunia perbankan dan keuangan menunjukkan suatu aktivitas
yang berjalan sejak saat terjadinya kesepakatan untuk suatu transaksi hingga
selesainya pelaksanaan kesepakatan tersebut. Kliring sangat dibutuhkan sebab
kecepatan dalam dunia perdagangan jauh lebih cepat daripada waktu yang
dibutuhkan guna melengkapi pelaksanaan asset transaksi. Kliring melibatkan
manajemen dari paska perdagangan pra penyelesaian, ekposur kredit guan
memastikan bahwa transaksi dagang terselesaikan sesuai dengan aturan pasar
walaupun pembeli maupun penjual menjadi tidak mampu melaksanakan penyelesaian
kesepakatannya. Proses kliring adalah termasuk pelaporan pemantauan marjin
risiko netting transaksi dagang menjadi posisi tunggal, penanganan, perpajakan
dan penanganan kegagalan.
Di Amerika, kliring antar bank dilaksanakan melalui
Automated Clearing House (ACH), dimana aturan dan regulasinya diatur oleh
NACHA-The Electronic Payments Association,yang dahulu dikenal dengan nama
National Automated Clearing House Association, serta Federal Reserve. Jaringan
ACH ini akan bertindak selaku pusat fasilitas kliring untuk semua transaksi
transfer dana secara elektronik. Kliring antar bank atas cek dilaksanakan oleh
bank koresponden dan Federal Reserve.
Sistem kliring yang dilaksanakan BI saat ini sudah
dapat berlangsung secara nasional melalui Sistem Kliring Nasional BI (SKNBI).
Maksudnya, proses kliring baik kliring debet maupun kliring kredit yang
penyelesaian akhirnya dilakukan secara nasional. Selain itu ada tiga sistem
kliring lain yang lazim dikenal, yakni Sistem manual, Sistem Semi Otomasi, dan
Sistem Otomasi. Kliring manual adalah penyelenggaraan kliring lokal yang dalam
perhitungan, pembuatan bilyet saldo kliring serta pemilihan warkat dilakukan
secara manual oleh setiap peserta kliring. Perhitungan kliring didasarkan pada
warkat yang dikliringkan oleh peserta kliring.
Sedangkan sistem semi otomasi adalah kliring lokal
yang perhitungan dan pembuatan bilyet saldo kliring dilakukan secara otomasi
melalui alat bantu komputer. Namun pemilihan warkat tetap dilakukan secara
manual oleh bank peserta kliring. Sementara sistem kliring lokal yang dalam
perhitungan dan pembuatan bilyet saldo kliring dan pemilahan warkat dilakukan
secara otomatis dengan bantuan komputer.
V. Bank Indonesia Real Time Gross
Settlement (BI-RTGS)
BI-RTGS adalah sistem transfer dana elektronik yang
penyelesaian setiap transaksinya dilakukan dalam waktu seketika. Sejak
dioperasikan oleh Bank Indonesia pada tanggal 17 November 2000, BI-RTGS
berperan penting dalam pemrosesan aktivitas transaksi pembayaran, khususnya
untuk memproses transaksi pembayaran yang termasuk High Value Payment System
(HVPS) atau transaksi bernilai besar yaitu transaksi Rp.100 juta ke atas dan
bersifat segera (urgent).
Transaksi HPVS saat ini mencapai 90% dari seluruh
transaksi pembayaran di Indonesia sehingga dapat dikategorikan sebagai sistem
pembayaran nasional yang memiliki peranan signifikan (Systemically Important
Payment System).
Sistem BI-RTGS memberikan banyak manfaat, selain
berfungsi meningkatkan kepastian penyelesaian akhir (settlement finality)
setiap transaksi pembayaran, yang berarti mengurangi risiko penyelesaian akhir
(minimizing settlement risk) , BI RTGS juga menjadi sarana transfer dana
antar-bank yang praktis, cepat, efisien, aman dan handal. Disamping itu BI-RTGS
yang dilengkapi dengan mekanisme sentralisasi rekening giro menjadi sarana yang
dapat diandalkan untuk meningkatkan efektivitas pengelolaan dana (management
fund) baik bagi peserta maupun pihak otoritas moneter dan perbankan. Bagi
otoritas informasi mengenai pengelolaan dana perbankan menjadi informasi
pendukung dalam menjalankan kegiatan operasi moneter dan early warning system
pengawasan bank.
BI-RTGS didisain untuk memastikan penyelesaian akhir
dapat dilakukan secara gross settlement, real time, final dan irrevocable.
Penyelesaian transaksi BI RTGS dilakukan per transaksi secara seketika dan
tidak dapat dibatalkan. Penyelesaian real time terbatas pada proses pengiriman
transaksi dari peserta pengirim kepada Bank Indonesia untuk diteruskan kepada
peserta penerima. Sementara itu waktu penyelesaian akhir transaksi transfer
nasabah pada rekeningnya tergantung dengan kondisi dan standar sistem
pemrosesan pengiriman dan penerimaan transaksi di internal peserta, sehingga
dapat saja terjadi perbedaan waktu antara penyelesaian akhir pada BI-RTGS
dengan penerimaan transfer dana pada rekening
nasabah.
Sistem Antrian (Queue) transaksi diterapkan dalam
BI-RTGS. Transaksi dapat masuk dalam sistem antrian apabila pada saat
dikirimkan, peserta belum memiliki dana yang cukup. Kondisi ini terjadi antara
lain karena peserta masih menunggu transaksi masuk dari peserta lain. Transaksi pada BI-RTGS hanya dapat diproses penyelesaian akhirnya apabila
peserta memiliki dana yang cukup (prinsip no money no game). Transaksi yang
telah masuk dalam antrian dapat diselesaikan segera setelah peserta menerima
transaksi masuk atau menyetorkan tambahan dana. Penerapan antrian ini
mengharuskan peserta untuk mengelola likuiditasnya secara bijaksana, agar
seluruh transaksinya dapat terselesaikan dengan baik di akhir hari.
BI-RTGS juga dilengkapi dengan mekanisme Gridlock
Resolution. Mekanisme ini bertujuan untuk mencegah kemacetan (gridlock) yaitu
kondisi dimana sejumlah peserta tidak mampu menyelesaikan kewajibannya karena
masih menunggu tagihannya diselesaikan. Gridlock Resolution dijalankan secara
otomatis pada BI-RTGS pada setiap waktu
tertentu,
Untuk memperlancar proses penyelesaian akhir
transaksi pada BI-RTGS, penyelenggara menghimbau peserta agar mematuhi
Throughput Guidellines.Throughput Guidellines merupakan suatu target prosentase
tertentu dari total transaksi yang dilakukannya selama 1 hari. Kepatuhan peserta terhadap Throughput
Guidellines akan mengurangi kemungkinan penumpukan transaksi di akhir hari.
Fasilitas Likuiditas Intrahari (FLI) dan Fasilitas
Likuiditas Intrahari Syariah (FLIS) adalah fasilitas cadangan pendanaan
likuiditas yang disediakan oleh penyelenggara, yang hanya dapat digunakan dalam
hari satu hari. FLI/FLIS dapat dimanfaatkan oleh peserta untuk mengatasi
kesulitan likuiditas peserta yang bersifat sementara atau mengalami intraday
gap. Intraday gap mungkin saja terjadi karena pemrosesan transaksi BI-RTGS yang
bersifat gross settlement menyebabkan penyelesaian per transaksi dilakukan
secara terus-menerus sepanjang hari, sehingga diperlukan likuiditas yang
tinggi. Pemanfaatan FLI/FLIS oleh peserta tetap mensyaratkan jaminan yang
berkualitas, biasanya dalam bentuk SBI atau SWBI dan wajib diselesaikan pada
hari yang sama.
BI-RTGS juga merupakan Settlement Processor. Sebagai
settlement processor, BI-RTGS menjadi sarana penyelesaian akhir bagi transaksi
pembayaran ritel, meliputi pembukuan hasil kliring yang diselenggarakan oleh BI
(SKNBI) dan hasil kliring ATM/kartu debit/kartu kredit. Selain transaksi
pembayaran ritel, BI-RTGS juga menjadi sarana pelimpahan penyelesaian akhir
transaksi serah dana dari perdagangan sekuritas, transaksi perdagangan valas
antar-bank, setelmen dana dari operasi moneter/operasi pasar terbuka (OPT),
transaksi pembayaran pemerintah dan
transaksi surat berharga.
Dalam rangka memastikan Sistem BI-RTGS
diselenggarakan dengan tingkat keamanan yang tinggi dan ketersediaan sepanjang
jam operasional yang ditetapkan, baik penyelenggara maupun peserta, Sistem
BI-RTGS memiliki prosedur penanganan dalam kondisi gangguan dan/atau keadaan
darurat, antara lain prosedur penanganan
keadaan darurat (Contingency Plan), fasilitas back up, dan Business Continuity
Plan (BCP). Selain itu, penyelenggara juga menyediakan fasilitas guest bank
kepada peserta sebagai sarana back up pada lokasi penyelenggara dalam rangka
gangguan dan atau keadaan darurat untuk mencegah kegagalan peserta dalam
menggunakan sarana RTGS terminal untuk proses setelmen melalui sistem BI-RTGS.
Bank Indonesia
sebagai Otoritas
Sesuai UU Bank Indonesia No. 23/1999 jo No.3/2004 jo No.6/2009 pasal 8
dinyatakan bahwa salah satu tugas BI mengatur dan menjaga kelancaran sistem
pembayaran. Dalam rangka menjalankan tugas yang diembannya, BI berwenang dalam
melaksanakan dan memberi ijin penyelenggaraan jasa sistem pembayaran; mewajibkan
Penyelenggara sistem pembayaran untuk menyampaikan laporan kepada BI; dan
menetapkan penggunaan alat pembayaran (pasal 15).
Fungsi Bank Indonesia sebagai otoritas Sistem
Pembayaran termasuk berperan sebagai pembuat ketentuan (Regulator) dan pengawas
(Overseer) BI-RTGS. Dalam menjalankan peran sebagai regulator, BI menetapkan
landasan hukum yang kuat untuk penerapan Sistem BI-RTGS dan menentukan peran
dan tanggung jawab penyelenggara dan peserta Sistem BI-RTGS.
Dalam menjalankan peran sebagai pengawas (Overseer),
BI memastikan bahwa penyelenggaraan BI-RTGS memenuhi prinsip pada 10 Core principles for Systematically
Important Payment System (CP-SIPS) dari Bank for International Settlement
seperti yang diatur dalam peraturan Sistem BI-RTGS untuk mendukung stabilitas
sistem keuangan dengan memperhatikan prinsip perlindungan konsumen. Fungsi
pengawasan dilakukan melalui pembuatan ketentuan, pertemuan konsultasi dengan
penyelenggara, monitoring dan assessment.
Salah satu bentuk kegiatan pengawasan yang dilakukan
adalah mewajibkan penyelenggara dan peserta memiliki standar pengamanan yang
memadai. Untuk menilai keamanan penyelenggaraan BI-RTGS, Bank Indonesia dapat
meminta auditor/pemeriksa Teknologi Informasi Independen untuk melakukan
kegiatan security audit. Kegiatan audit ini dilakukan terhadap aplikasi maupun
network/jaringan yang digunakan dalam sistem BI-RTGS, tujuannya adalah untuk
mendapatkan keyakinan bahwa Sistem
BI-RTGS yang diselenggarakan telah aman dan handal. Selain itu Bank Indonesia
juga mewajibkan penyelenggara dan seluruh peserta untuk melakukan ujicoba
terhadap back up dan rencana penanggulangan kondisi darurat secara periodik.
Pemenuhan persyaratan sebagai peserta dan kepatuhan peserta terhadap ketentuan
yang ditetapkan oleh Penyelenggara RTGS juga menjadi satu perhatian dalam
kegiatan pengawasan, disamping pemenuhan kewajiban untuk melaporkan hasil
pemeriksaan internal terhadap operasional RTGS di sisi peserta.
Bank Indonesia sebagai Penyelenggara (Operator)
Sistem BI-RTGS
Dalam menjalankan peran sebagai Penyelenggara
(Operator) memiliki tanggung jawab antara lain:
menyelenggarakan BI-RTGS dengan menerapkan prinsip
efisien, cepat, aman dan handal.
memberikan penjelasan kepada Peserta mengenai risiko
finansial sehubungan keikutsertaannya dalam Sistem BI-RTGS dan peserta harus
mengelola risiko tersebut.
memastikan kepatuhan peserta terhadap ketentuan yang
telah ditetapkan, termasuk menerima laporan internal audit terkait
penyelenggaraan BI-RTGS oleh peserta.
Dalam penyelenggaraan Sistem BI-RTGS, penyelenggara
menyediakan infrastruktur dan pelayanan kepada peserta antara lain meliputi:
Infrastruktur dan fasilitas untuk penyelenggaraan
Sistem BI-RTGS, antara lain perangkat keras, aplikasi RCC (software), jaringan
komunikasi data (leased line), fasilitas dial up, dan fasilitas pendukung
lainnya.
help-desk untuk membantu peserta dalam menghadapi
kesulitan operasional.
memberi pelatihan kepada peserta.
memiliki prosedur penanganan kondisi
gangguan/darurat (Disaster Recovery Plan-DRP dan Business Continuity Plan-BCP)
dan melakukan uji coba secara berkala dengan melibatkan peserta.
mengadakan pertemuan rutin dengan kelompok pengguna
(user group).
Peserta BI-RTGS
Peserta BI-RTGS terdiri dari seluruh bank dan lembaga
selain bank. Keanggotaan peserta BI-RTGS dibedakan menjadi Peserta Langsung dan
Peserta Tidak Langsung. Peserta Langsung adalah peserta yang dapat mengirimkan
transaksi RTGS dengan menggunakan identitas sendiri. Sedangkan Peserta Tidak
Langsung dapat mengirimkan transaksi RTGS dengan menggunakan identitas peserta
langsung.
Hubungan hukum antara peserta dengan Bank Indonesia
sebagai Penyelenggara Sistem BI-RTGS tertuang dalam perjanjian penggunaan
Sistem BI-RTGS. Dalam perjanjian tersebut diatur berbagai klausula mengenai
hak, kewajiban dan tanggung jawab antara peserta dan penyelenggara Sistem
BI-RTGS.
Disamping ketentuan dan perjanjian antar peserta dan
penyelenggara yang menjadi landasan penyelenggaraan keseharian BI-RTGS,
terdapat pula hal-hal teknis yang diatur dengan menggunakan Bye Laws BI-RTGS.
Ketentuan dalam Bye Laws merupakan kesepakatan teknis antar peserta yang belum
diatur dalam ketentuan BI ataupun dalam perjanjian.
Dalam pengisian instruksi transfer, peserta wajib
memenuhi ketentuan mengenai prinsip pengenalan nasabah (know your customer
principles) dan aturan mengenai tindak pidana pencucian uang (anti money
laundering). Untuk itu, identitas mengenai data nasabah pengirim dan penerima
transfer melalui BI-RTGS harus diisi secara lengkap dan benar.
VI.
Perkembangan Teknologi Perbankan Elektronik
Dengan perkembangan teknologi informasi saat ini,
telah menciptakan jenis-jenis dan peluang-peluang bisnis yang baru di mana
transaksi-transaksi bisnis makin banyak dilakukan secara elektronika.
Sehubungan dengan perkembangan teknologi informasi tersebut memungkinkan setiap
orang dengan mudah melakukan perbuatan hukum seperti misalnya melakukan
jual-beli. Perkembangan internet memang cepat dan memberi pengaruh signifikan
dalam segala aspek kehidupan kita.
Penggunaan internet tidak hanya terbatas pada
pemanfaatan informasi yang dapat diakses melalui media ini, melainkan juga
dapat digunakan sebagai sarana untuk melakukan transaksi perbankan. Bank di
Indonesia mulai memasuki dunia maya yaitu internet banking atau yang lebih
dikenal dengan E-Banking, yang merupakan bentuk layanan perbankan secara
elektronik melalui media internet. E-Banking pada dasarnya merupakan suatu
kontak transaksi perbankan antara pihak bank dan nasabah dengan menggunakan
media internet.
Jenis-Jenis E-Banking :
1. Automated
Teller Machine (ATM). Terminal elektronik yang disediakan lembaga keuangan atau
perusahaan lainnya yang membolehkan nasabah untuk melakukan penarikan tunai
dari rekening simpanannya di bank, melakukan setoran, cek saldo, atau
pemindahan dana.
2. Computer
Banking. Layanan bank yang bisa diakses oleh nasabah melalui koneksi internet
ke pusat data bank, untuk melakukan beberapa layanan perbankan, menerima dan
membayar tagihan, dan lain-lain.
3. Debit
(or check) Card. Kartu yang digunakan pada ATM atau terminal point-of-sale
(POS) yang memungkinkan pelanggan memperoleh dana yang langsung didebet
(diambil) dari rekening banknya.
4. Direct
Deposit. Salah satu bentuk pembayaran yang dilakukan oleh organisasi (misalnya
pemberi kerja atau instansi pemerintah) yang membayar sejumlah dana (misalnya
gaji atau pensiun) melalui transfer elektronik. Dana ditransfer langsung ke
setiap rekening nasabah.
5. Direct
Payment (also electronic bill payment). Salah satu bentuk pembayaran yang
mengizinkan nasabah untuk membayar tagihan melalui transfer dana elektronik.
Dana tersebut secara elektronik ditransfer dari rekening nasabah ke rekening
kreditor. Direct payment berbeda dari preauthorized debit dalam hal ini,
nasabah harus menginisiasi setiap transaksi direct payment.
6. Direct
Payment (also electronic bill payment). Bentuk pembayaran tagihan yang
disampaikan atau diinformasikan ke nasabah atau pelanggan secara online,
misalnya melalui email atau catatan dalam rekening bank. Setelah penyampaian
tagihan tersebut, pelanggan boleh membayar tagihan tersebut secara online juga.
Pembayaran tersebut secara elektronik akan mengurangi saldo simpanan pelanggan
tersebut.
7. Electronic
Check Conversion. Proses konversi informasi yang tertuang dalam cek (nomor
rekening, jumlah transaksi, dll) ke dalam format elektronik agar bisa dilakukan
pemindahan dana elektronik atau proses lebih lanjut.
8. Electronic
Fund Transfer (EFT). Perpindahan “uang” atau “pinjaman” dari satu rekening ke
rekening lainnya melalui media elektronik.
9. Payroll
Card. Salah satu tipe “stored-value card” yang diterbitkan oelh pemberi kerja
sebagai pengganti cek yang memungkinkan pegawainya mengakses pembayaraannya
pada terminal ATM atau Point of Sales. Pemberi kerja menambahkan nilai
pembayaran pegawai ke kartu tersebut secara elektronik.
10. Preauthorized
Debit (or automatic bill payment). Bentuk pembayaran yang mengizinkan nasabah
untuk mengotorisasi pembayaran rutin otomatis yang diambil dari rekening
banknya pada tanggal-tangal tertentu dan biasanya dengan jumlah pembayaran
tertentu (misalnya pembayaran listrik, tagihan telpon, dll). Dana secara
elektronik ditransfer dari rekening pelanggan ke rekening kreditor (misalnya
PLN atau PT Telkom).
11. Prepaid
Card. Salah satu tipe Stored-Value Card yang menyimpan nilai moneter di
dalamnya dan sebelumnya pelanggan sudah membayar nilai tadi ke penerbit kartu.
12. Smart
Card. Salah satu tipe stored-value card yang di dalamnya tertanam satu atau
lebih chips atau microprocessors sehingga bisa menyimpan data, melakukan
perhitungan, atau melakukan proses untuk tujuan khusus (misalnya validasi PIN,
otorisasi pembelian, verifikasi saldo rekening, dan menyimpan data pribadi).
Kartu ini bisa digunakan pada sistem terbuka (misalnya untuk pembayaran
transportasi publik) atau sistem tertutup (misalnya MasterCard atau Visa
networks).
13. Stored-Value
Card. Kartu yang di dalamnya tersimpan sejumlah nilai moneter, yang diisi
melalui pembayaran sebelumnya oleh pelanggan atau melalui simpanan yang
diberikan oleh pemberi kerja atau perusahaan lain.
Prinsip Penerapan E-Banking dan M-Banking :
Electronic Banking (e-banking) merupakan suatu
aktifitas layanan perbankan yang menggabungkan antara sistem informasi dan
teknologi, e-banking meliputi phone banking, mobile banking, dan internet
banking. E-banking didefinisikan sebagai penghantaran otomatis jasa dan produk
bank secara langsung kepada nasabah melalui elektronik, saluran komunikasi
interaktif.
E-Banking meliputi sistem yang memungkinkan nasabah
bank, baik individu ataupun bisnis, untuk mengakses rekening, melakukan
transaksi bisnis, atau mendapatkan informasi produk dan jasa bank melalui
jaringan pribadi atau publik, termasuk internet. Nasabah dapat mengakses
e-banking melalui piranti pintar elektronis seperti komputer/PC, PDA, ATM, atau
telepon.
Contoh-contoh E-Banking yang diterapkan di dalam
sebuah bank adalah :
ATM,
Automated Teller Machine atau Anjungan Tunai Mandiri
Ini adalah saluran e-Banking paling populer yang
kita kenal. Setiap kita pasti mempunyai kartu ATM dan menggunakan fasilitas
ATM. Fitur tradisional ATM adalah untuk mengetahui informasi saldo dan
melakukan penarikan tunai. Dalam perkembangannya, fitur semakin bertambah yang
memungkinkan untuk melakukan pemindahbukuan antar rekening, pembayaran (kartu
kredit, listrik, dan telepon), pembelian (voucher dan tiket), dan yang terkini
transfer ke bank lain (dalam satu switching jaringan ATM). Selain bertransaksi
melalui mesin ATM, kartu ATM dapat pula digunakan untuk berbelanja di tempat
perbelanjaan, berfungsi sebagai kartu debit. Bila kita mengenal ATM sebagai mesin
untuk mengambil uang, belakangan muncul pula ATM yang dapat menerima setoran
uang, yang dikenal pula sebagai Cash Deposit Machine/CDM. Layaklah bila ATM
disebut sebagai mesin sejuta umat dan segala bisa, karena ragam fitur dan
kemudahan penggunaannya.
·
Phone Banking
Ini adalah saluran yang memungkinkan nasabah untuk
melakukan transaksi dengan bank via telepon. Pada awalnya lazim diakses melalui
telepon rumah, namun seiring dengan makin populernya telepon genggam/HP, maka
tersedia pula nomor akses khusus via HP bertarif panggilan flat dari manapun
nasabah berada. Pada awalnya, layanan Phone Banking hanya bersifat informasi
yaitu untuk informasi jasa/produk bank dan informasi saldo rekening serta
dilayani oleh Customer Service Operator/CSO. Namun profilnya kemudian
berkembang untuk transaksi pemindahbukuan antar rekening, pembayaran (a.l.
kartu kredit, listrik, dan telepon), pembelian (a.l. voucher dan tiket), dan
transfer ke bank lain; serta dilayani oleh Interactive Voice Response (IVR).
Fasilitas ini boleh dibilang lebih praktis ketimbang ATM untuk transaksi non
tunai, karena cukup menggunakan telepon/HP di manapun kita berada, kita bisa
melakukan berbagai transaksi, termasuk transfer ke bank lain.
·
Internet Banking
Ini termasuk saluran teranyar e-Banking yang
memungkinkan nasabah melakukan transaksi via internet dengan menggunakan
komputer/PC atau PDA. Fitur transaksi yang dapat dilakukan sama dengan Phone
Banking yaitu informasi jasa/produk bank, informasi saldo rekening, transaksi
pemindahbukuan antar rekening, pembayaran (kartu kredit, listrik, dan telepon),
pembelian (voucher dan tiket), dan transfer ke bank lain. Kelebihan dari
saluran ini adalah kenyamanan bertransaksi dengan tampilan menu dan informasi
secara lengkap tertampang di layar komputer/PC atau PDA.
·
SMS/m-Banking
Saluran ini pada dasarnya evolusi lebih lanjut dari
Phone Banking, yang memungkinkan nasabah untuk bertransaksi via HP dengan
perintah SMS. Fitur transaksi yang dapat dilakukan yaitu informasi saldo
rekening, pemindahbukuan antar rekening, pembayaran (a.l. kartu kredit,
listrik, dan telepon), dan pembelian voucher. Untuk transaksi lainnya pada
dasarnya dapat pula dilakukan, namun tergantung pada akses yang dapat diberikan
bank. Saluran ini sebenarnya termasuk praktis namun dalam prakteknya agak
merepotkan karena nasabah harus menghapal kode-kode transaksi dalam pengetikan
sms.
Di balik kemudahan e-Banking tersimpan pula risiko,
untuk itu diperlukan pengaman yang baik. Lazimnya untuk ATM, nasabah diberikan
kartu ATM dan kode rahasia pribadi (PIN); sedangkan untuk Phone Banking,
Internet Banking, dan SMS/m-Banking, nasabah diberikan kode pengenal (userid)
dan PIN. Sebagai pengaman tambahan untuk internet banking, pada bank tertentu
diberikan piranti tambahan untuk mengeluarkan PIN acak/random. Sedangkan untuk
SMS Banking, nasabah diminta untuk meregistrasikan nomor HP yang digunakan.
Dengan beragamnya kemudahan transaksi via e-Banking,
kini pilihan ada di tangan kita untuk memanfaatkannya atau tidak. Namun
mengingat tidak semua bank menyediakan layanan-layanan tersebut, maka seberapa
pintarkah bank kita? Untuk dapat bertransaksi pintar, kini saatnya memilih bank
pintar kita, tentunya sesuai kebutuhan transaksi.
Internasional Elektronik Fund Transfer :
Electronic Funds Transfer Systems (EFTS) sudah
menjadi metode utama yang melibatkan pembayaran dana dalam jumlah besar yang
dilakukan lembaga keuangan dan nasabah bisnisnya. EFT didefinisikan sebagai
pemindahan dana yang diawali dari terminal elektronik, instrument telpon,
computer, atau magnetic tape untuk memesan, memerintahkan, atau memberikan
kewenangan kepada lembaga keuangan untuk mendebet atau mengkredit
rekening. Kemampuan lembaga keuangan
untuk menyediakan jasa-jasa tersebut seiring dengan perkembangan teknologi
computer dan teknologi komunikasi data.
sumber: